Pembiayaan dalam Berjihad
Dalam kitab kitab al jihad wal qital disebutkan bahwa sumber-sumber dana jihad ada lima, yaitu: : Ghanimah dan Fa’i, harta dari bagian Zakat, harta personil para tentara, Shadaqah, harta milik Negara. Dan ini semua akan kami jelaskan akan tetapi tidak begitu mendetail karena kami hanya ingin menekankan bahwa harta-harta inilah yang bisa diambil sebagai dana dalam amal terbaik yaitu jihad.
Ghanimah dan Fa’i
Ghanimah
Adapun secara istilah “ghonimah” berarti : Harta yang diperoleh kaum muslimin dari orang-orang kafir ahlu harbi dengan perang dan penggunaan kuda atau onta –yakni mempekerjakannya dan melarikannya dengan cepat– atau yang semisal seperti : bighol, keledai, tank, kapal dan peralatan-peralatan perang yang lain.
Dikecualikan harta yang diperoleh oleh kaum yang murtad melalui perang, karena sesungguhnya ia adalah “fa’i” bukan “ghonimah”, maka harta tersebut harus dikembalikan ke baitul mal.
Atau ia –yakni ghonimah– adalah : sesuatu yang diambil dari harta ahlul harbi –kaum yang diperangi– secara paksa melalui perang.
Dalil dalam persoalan ghonimah adalah firman Allah ta’ala :
Ketahuilah, Sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang, Maka Sesungguhnya seperlima untuk Allah, rasul, kerabat rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnussabil, jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang kami turunkan kepada hamba kami (Muhammad) di hari Furqaan, yaitu di hari bertemunya dua pasukan. dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Dihalalkan ghonimah merupakan kekhususan umat Nabi Muhammad r , sebab ia tidak dihalalkan bagi umat-umat lain sebelumnya.
Rasulullah bersabda:
“aku diberi lima hal yang mana lima hal itu belum pernah diberikan kepada salah seorangpun Nabi sebelumku : 1. Aku ditolong dengan rasa takut (yang menghinggapi musuh) sejauh perjalanan satu bulan. 2. Dijadikan bumi sebagai masjid dan suci bagiku, dimanapun seseorang dari umatku sampai kepadanya waktu sholat, maka hendaklah ia mengerjakan sholat. 3. Dihalalkan bagiku harta ghonimah sedangkan ia tidak dihalalkan bagi seorangpun sebelumku. 4. Aku diberi syafa’at. 5. Adalah Nabi diutus khusus kepada kaumnya sedangkan aku diutus kepada seluruh umat manusia ”
Fa’i
Dalam kitab as syarh al kabir lil maqdisi disebutkan bahwa Fa’i adalah apa-apa yang diambil dari harta kaum musrikin tanpa terjadi perang, seperti jizyah, khoroj, ‘usyr, harta yang ditinggal oleh musuh karena takut, seperlima dari ghonimah, dan harta yang tidak ada ahli warisnya. Semua ini disalurkan untuk kemaslahatan kaum muslimin.
Imam Ahmad rahimahullah menyebutkan tentang fa’i, “didalamnya ada hak untuk setiap muslim baik orang itu kaya maupun miskin…”. Al Qodhi rahimahullah menyebutkan bahwa fa’i dikhususkan untuk para mujahidin dari orang-orang yang ribath di tsugur, pasukan kaum muslimin atau para komandan… dan maksud dari perkataan Imam Ahmad “baik itu orang kaya maupun miskin…” adalah didalamnya ada maslahah bagi kaum muslimin –dari para mujahidin, qodhi, fuqoha’…- dan bentuk perkataan Ahmad menunjukkan bahwa fa’i tidak dikhususkan untuk pasukan saja, akan tetapi dimulai dari tentara kaum muslimin, karena mereka adalah maslahat yang paling penting, karena mereka itu menjaga kaum muslimin, maka sudah sepantasnya mereka diberi kecukupan, dan alangkah baiknya jika yang terpenting itu didahulukan. Dan kebutuhan utama dalam hal ini adalah menempatkan pasukan di tsugur, mencukupkan kuda-kuda dan senjata, dan apa-apa yang dibutuhkan.
Oleh karena itu, tidak diragukan lagi bahwa fa’i adalah sumber yang penting dalam pendanaan jihadnya kaum muslimin. Oleh karena definisi fa’i yang sangat luas kami akan menjelaskan masing-masing sub yang ada padanya, akan tetapi disini kami tidak begitu mendetailkannya karena disini bukan tempat untuk mendalami lebih jauh, karena kami hanya ingin menerangkan bahwa harta-harta ini adalah bagian dari harta fa’i kaum muslimin untuk memuluskan perjalanan jihad.
Jizyah
Sesungguhnya jizyah yang pertama kali diambil dari orang kafir adalah setelah turun surat at Taubah pada tahun 8 hijriyah. Abu Ubaid berkata jizyah juga termasuk dalam fa’i. Penulis kitab as Siyasah al Iqtishod fi Fikri al Islamy bahwa khoroj itu datang dari ijtihadnya Umar bin Khottob y berbeda dengan jizyah, karena jizyah datang dari nash al Qur’an, Allah U berfirman :
Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari Kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan RasulNya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk.
Maka Jizyah ialah pungutan yang wajib dibayar orang kafir dengan adanya jaminan istimewa atau pajak harta yang diambil dari ahli dzimmi pada akhir tahun. Dan ia sebagai imbalan bagi pengamanan dan perlindungan yang diberikan kepada mereka.
Bersandarkan pada ayat diatas (perangilah mereka yang tidak beriman…) jizyah diambil dari ahlu kitab atau yahudi dan nasrani, dan orang selain mereka. Walaupun demikian para ulama masih berbeda pendapat tentang siapa yang berhak diambil jizyahnya. Tetapi yang jelas jizyah itu diambil dari orang kafir dzimmi. dan Ibnu Qoyyim al Jauziyyah mengatakan bahwa Jizyah hanya diambil dari orang majusi, yahudi dan nasrani.
Diriwayatkan dari Ja’far bin Muhammad dari ayahnya bahwa Umar y menyebutkan tentang majusi lalu dia berkata saya tidak tahu bagaimana akan saya perbuat tentang urusan mereka, lalu Abdurrahman bin Auf y berkata : saya bersaksi bahwa Nabi r pernah bersabda : perbuatlah mereka sebagaimana kalian perbuat terhadap ahlu kitab.
Para ulama berbeda pendapat tentang banyaknya nominal harta yang diambil, as Syafi’i berpendapat 1 dinar untuk orang yang kaya dan orang yang fakir lagi merdeka juga tidak kurang dari itu. Kalau Imam Malik, 4 dinar pada ahlu dzahab, dan 40 dirham bagi orang yang mempunyai dirham dan semua rata baik kaya atau miskin.sedangkan abu hanifah dan ahmad memberi pilihan 12 dirham, 24 dirham atau 48 dirham. Dan imam at thobari merojihkan bahwa yang diambil adalah paling sedikit 1 dinar dan paling banyak tidak ada batasan. Dan imam Ibnul Qoyyim al Jauziyyah menyatukan pendapat-pendapat tersebut yaitu jizyah diambil dari orang kafir sesuai dengan kebutuhan kaum muslimin.
Umar bin Abdul Aziz berpendapat bahwa jizyah yang telah difirmankan oleh Allah U didalamnya: yaitu… sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk. adalah ditujukan kepada perorangan dari kafir dzimmi.
Khoroj (pajak tanah)
Umar bin Khottob y adalah orang yang pertama kali menetapkan hukum khoroj. Dan khoroj itu sendiri adalah pungutan yang dikenakan pada tanah-tanah yang dikuasai oleh kaum muslimin dari tangan musuh, yang telah dibuka oleh kaum muslimin baik dengan kekerasan ataupun dengan jalan damai.
Dalam kitab khoroj, Abu Yusuf berpendapat bahwa khoroj termasuk dalam fa’i. Allah U berfirman :
Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.
Beliau juga berkata : dan ayat ini -wallahu a’lam- adalah diperuntuhkan bagi umat setelah para sahabat dari orang-orang mukminin hingga hari kiamat, Bilal y dan para sahabat pernah bertanya kepada Umar bin Khottob y tentang (ما افاء الله ) pembagian fa’i yang telah Allah U berikan kepada mereka dari negeri Irak dan Syam, maka mereka berkata, bagilah tanah kepada mereka yang telah ikut membukanya sebagaimana kamu membagi ghonimah untuk pasukan, maka Umar enggan membaginya, kemudian dia membaca ayat ini, dan berkata: Allah telah mengikutkan orang yang datang (mualaf) setelah mereka para muhajirin dan ansor dalam pembagian fa’i……
Khoroj termasuk dalam fa’i, karena dibagikan bukan hanya kepada orang yang berperang saja, akan tetapi dibagikan kepada kaum muslimin semua, sebagaimana yang Umar y telah membagikan tanah di Irak dan Syam kepada kaum muslimin. Dalam pembukaan tanah ada tiga hukum.
Tanah yang telah digarap atau diserahkan oleh pemiliknya sendiri, maka ini tetap milik mereka dengan mengadakan perjanjian, dan bagi mereka harus mengeluar usyr, sebagai bentuk zakat bukan khoroj.
Tanah yang dibuka secara damai dan ditentukan pajaknya, maka hukumnya sebagaimana yang disepakati, dan tidak mengharuskan untuk lebih daripada itu.
Tanah yang diambil secara paksa. Dan para ulama berbeda pendapat tentang hal ini.
Sebagian mereka mengatakan: caranya sebagaimana ghonimah, maka dibagi menjadi 5 bagian, dan 4/5 dibagikan kepada pasukan yang membukanya, dan 1/5nya dibagikan sebagaimana firman Allah U :
Ketahuilah, Sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang, Maka Sesungguhnya seperlima untuk Allah, rasul, kerabat rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnussabil, jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang kami turunkan kepada hamba kami (Muhammad) di hari Furqaan, yaitu di hari bertemunya dua pasukan. dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Sebagian lagi mengatakan: hukumnya sesuai dengan keputusan imam, kalaau dia memutuskan pembagiannya disamakan dengan ghonimah maka dibagi 5 bagian sebagaimana Rasulullah r telah melakukannya pada ghozwah khoibar, dan apabila imam memutuskan pembagiannya sesuai dengan fa’i, maka tidak dibagi menjadi 5 bagian dan tidak dibagikan, akan tetapi diperuntuhkan bagi kaum muslimin secara menyeluruh, sebagaimana yang telah dilakukan oleh umar pada suwad , dan juga Umar telah melakukan hal itu pada tanah di irak, syam, dan mesir.
Abu Yusuf berkata, telah dikatakan kepadaku Laits bin Sa’ad dari Hubaib bin Abi Tsabit, berkata: sesungguhnya sahabat Rasulullah r dan kaum jama’ah dari muslimin menginginkan Umar bin Khottob y membagikan tanah di Syam seperti Rasulullah r membagikan tanah di Khoibar, dan orang yang paling bersikeras dalam hal ini adalah Zubair bin Awwam dan Bilal bin Rabbah, maka Umar berkata “jadi apakah saya tinggalkan orang setelah kalian (yaitu orang yang datang setelah muhajirin pertama) dari kaum msuusmin, dan apakah mereka tidak mendapatkan apa-apa? ” kemudian dia berkta: “ya Allah, cukupkanlan bagiku Bilal dan para sahabatnya”, Hubaib berkata: sampai-sampai kaum muslimin berpendapat penyakit tho’un yang diderita oleh mereka –yaitu Bilal dan para sahabatnya– yaitu akibat do’a yang dipanjatkan oleh Umar, dia berkata: Umar meninggalkan mereka –yaitu ahlu Syam– yang tidak setuju dengan khoroj yang dibagikan kepada kaum muslimin.
Oleh karena itu kaum muslimin berpendapat untuk menjaga tanah tersebut dan dihukumi sebagai khoroj, karena didalamnya ada kebaikan dan keberkahan bagi kaum muslimin dan orang yang datang setelah mereka (mualaf).
Imam Malik berkata: tanah yang dibuka oleh kaum muslimin secara damai, maka tidak boleh mengambil alih kepemilikan dari mereka, dan dia berpendapat bahwa setiap tanah yang dibuka secara damai adalah milik mereka, dan setiap tanah yang dibuka secara paksa maka itu sebagai fa’i bagi kaum muslimin.
‘Usyr
Al ‘Usyr menurut para fuqoha’ itu ada dua macam :
‘Usyr (1/10) hasil tanah yang disirami dengan air hujan, dan ini sebagai zakat yang diambil dari seorang muslim dan penyalurannya sebagaimana penyaluran harta zakat.
‘Usyr (1/10) dari harta yang dimbil dari para pedagang kafir harbi yang masuk ke dalam negeri islam untuk berdagang, prakteknya seperti bea cukai pada masa sekarang, semua harta ini dimasukkan kedalam baitul mal dan disalurkan untuk kepentingan muslimin seluruhnya.
Sebenarnya ‘usyr tidak disebutkan dalam al-Qur’an akan tetapi ini sebagai ijtihad dari Umar bin Khottob y . Untuk lebih jelasnya kami akan jelaskan dengan sejarah tentang usyr ini: Abu yusuf menceritakan: sesungguhnya ahli manbaj mengirim surat kepada Umar bin Khottob y : biarkan kami masuk ke negara kalian untuk berdagang dan kalian ambil 1/10 dari kami. Maka Umar pun bermusyawarah kepada kepada para sahabatnya dan mereka menyepakatinya, dan ini pertama kali ‘usyr diambil dari orang kafir harbi.
Dan Yahya bin Adam meriwayatkan bahwa Abu Musa al Asy’ari y menulis surat kepada Umar bin Khottob y , sesungguhnya pedagang dari kaum muslimin apabila mereka masuk ke negeri kafir harbi, maka mereka mengambil ‘usyr dari kaum muslimin, kemudian dia berkata kepada Umar, ambillah ‘usyr dari mereka sebagaima mereka mengambilnya dari kaum muslimin. Maka harta ini dimasukkan kedalam baitul mal.
Harta yang ditinggal oleh musuh karena takut
Allah U berfirman : Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.
Dalam peperangan melawan musuh kadang musuh sudah takut dulu ketika pasukan islam akan tiba, hingga mereka meninggalkan harta mereka. Maka kaum muslimin berhak untuk mengambilnya, akan tetapi menurut yang paling rojih adalah semuanya diperuntuhkan untuk maslahat kaum muslimin, sebagaimana yag telah kami jelaskan pada sub khoroj.
Seperlima dari ghonimah
Dan ini bersandarkan firman Allah tadi tentang pembagian ghanimah dalam surat bara’ah ayat 41, menyebutkan bahwa seperlima untuk Allah dan Rasul-Nya dan lainnya. Maka harta ini dikembalikan ke baitul mal yang kemudian disalurkan sesuai dengan haknya.
Harta yang tidak ada ahli warisnya
Dan termasuk salah satu sumber baitul mal adalah harta ini, yaitu harta yang tidak mempunyai ahli waris atau sisa harta waris yang sudah dibagi tanpa ada yang berhak, juga termasuk didalamnya adalah barang temuan, atau ada pemiliknya yang tidak mengakuinya karena didalamnya ada syubhat, maka ini semua disalurkan untuk negara sehingga negara bisa mengelolanya untuk kepentingan umat.
Harta dari bagian Zakat
Allah U telah menjadikan salah satu penyaluran zakat kaum muslimin adalah jihad di jalan Allah, hal itu sebagimana firman Allah U :
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Disebutkan dalam kitab Ahkam al Qur’an milik imam Ibnu al Arobi tentang firman Allah imam Malik berkata : sesungguhnya jalan Allah sangat banyak akan tetapi, saya tidak mendapatkan perbedaan pendapat bahwa yang dimaksud disini adalah peperangan. Dan diantara jalan Allah menurut Ahmad dan Ishaq adalah haji, kemudian mereka berkata bahwa tidak ada atsar yang menyebutkan zakat diberikan kepada orang yang berhaji. Dan para ulama mengatakan tidak ada perbedaan pendapat bahwa orang faqir dapat bagian dari zakat karena disebut pada ayat pertama, dan menurut imam Malik orang yang kaya juga mendapatkannya, karena dia berada di jalan Allah. Rasulullah r bersabda : tidak halal zakat diberikan kepada orang yang kaya kecuali 5 orang : seorang tentara di jalam Allah…. Muhammad Al Hakim mengatakan zakat disalurkan untuk membeli tameng, senjata dan apa-apa yang dibutuhkan untuk alat dalam berperang atau berlindung dari serangan musuh, karena itu semua di jalan Allah dan sangat bermanfaat bagi kaum muslimin.
Dr. Yusuf Qardhawi menyimpulkan dari keempat imam madzhab bahwa mereka bersepakat penyaluran zakat di jalan Allah ada tiga sasaran yaitu :
Pertama : bahwa jihad itu secara pasti termasuk dalam ruang lingkup sabilillah.
Kedua : disyari’atkannya menyerahkan zakat kepada pribadi mujahid, berbeda dengan menyerahkan zakat untuk keperluan jihad dan persiapannya. Dalam hal ini terjadi perbedaan pendapat di kalangan mereka.
Ketiga : tidak diperbolehkan menyerahkan zakat untuk kepentingan kebaikan dan kemaslahatan bersama, seperti mendirikan dam, jembatan-jembatan, mendirikan masjid-masjid dan sekolah-sekolah, memperbaiki jalan-jalan, mengurus mayat dan lain sebagainya. Biaya untuk urusan ini diserahkan kepada kas baitul mal dari hasil pendapatan lain seperti harta fa’i, pajak/upeti dan lain sebagainya.
Harta dari setiap personil pasukan
At Taubah : 41
Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu Mengetahui
Al Baqarah : 195
Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, Karena Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.
Ibnul Arob sebagaimana yang telah kami cantumkan yang lalu mengatakan tentang ayat ini, mendanai jihad adalah wajib. Maksudnya bahwa segala bentuk yang berkenaan dengan pengadaan harta untuk berjihad adalah wajib hukumnya bagi kaum muslimin.
Adapun bagaimana bentuk kewajibannya adalah seorang tentara diharuskan mendanai dirinya sendiri kalau dia mampu sebagaimana contoh para salaf dahulu. dan orang yang tidak mampu untuk ikut perang tetapi dia mempunyai harta, maka wajib baginya mendanai tentara yang mampu untuk berperang yang tidak mempunyai perbekalan.
Shadaqah
Dan sumber dana ini biasanya oleh daulah diberi kesempatan bagi yang ingin menginfakkan hartanya di jalan Allah, sebagaimana yang telah dilakukan oleh sahabat Abu Bakr as Shiddiq y dalam memberikan keseluruhan hartanya untuk pendanaan jihad juga seperti sahabat-sahabat yang lain.
Dan Allah U berfirman : Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang dia kehendaki. dan Allah Maha luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.
Dan didalam tafsir Ibnu Katsir, Makhul berkata : maksudnya adalah infak untuk jihad.
Harta milik Negara
Diantara hak umum daulah adalah memberi batasan kepemilikan umum kepada muslimin yang dianggap perlu. Rasulullah r bersabda : tidak ada hima kecuali milik Allah dan Rasul-Nya.
Dalam kitab fathul bari disebutkan bahwa Imam Syafi’i menyimpulkan hadits ini mempunyai dua makna, yang pertama tidak boleh seorang muslim memberi bagian batasan umum kecuali oleh Nabi r , yang kedua kecuali sebagaimana yang telah dibagi oleh Nabi r . yang paling rojih menurut imam Syafi’i adalah hak ini diberikan khusus kepada khalifah, dan pembolehan ini tidak bermasalah bagi kaum muslimin.
Dan hadits Shohih Bukhori juga menyebutkan bahwa amirul mukminin Umar bin Khottob membagi tanah umum kepada penduduk madinah, dan memberi batasan tanah untuk unta milik Negara. Maka boleh bagi imam untuk memberi batasan kepemilikan umum untuk mendanai para tentara.
Bolehkah harta rampokan atau sejenisnya dan riba untuk berjihad ?
Sudah jelas bagi kita harta haram adalah segala harta yang dilarang oleh syariat untuk dimiliki atau digunakan, apalagi harta tersebut untuk mendanai jihad maka jelas hukumnya tidak boleh. Walaupun demikian nanti penulis akan rincikan mana yang boleh dan mana yang tidak boleh. keharamannya disini yaitu karena mengandung mudarat atau keji (buruk) seperti bangkai dan minuman keras, atau diharamkan karena hal lain, seperti tidak benarnya cara mendapatkan harta tersebut. Seperti harta curian atau rampasan. Atau diambil dengan cara yang tidak dibenarkan oleh ajaran syari’at, seperti riba dan uang suap.
Langkah-langkah yang harus ditempuh menyikapi harta haram ini :
Orang yang memperoleh harta haram karena cara memperolehnya yang diharamkan, tidaklah berhak memiliki harta tersebut meskipun sudah lama diperolehnya. Ia harus mengembalikan harta tersebut kepada pemiliknya atau kepada ahli warisnya bila masih diketahui. Kalau berusaha dicari ternyata tidak didapatkan juga pemiliknya, ia harus menyumbangkan harta itu untuk amal kebajikan untuk membebaskan diri dari harta tersebut dan dengan niat sebagai sedekah bagi pemiliknya.
Kalau harta itu diambil sebagai upah dari pekerjaan haram, pemiliknya harus membelanjakan harta tersebut dalam bentuk amal kebajikan, tidak boleh mengembalikannya kepada pemiliknya.
Harta haram tidak boleh dikembalikan kepada orang yang memberikannya kalau orang tersebut masih melakukan pekerjaan haramnya sehingga menyebabkan harta itu diputar menjadi uang haram lagi, seperti bunga riba. Namun harta itu juga harus disumbangkan untuk amal kebajikan.
Ghanimah dan Fa’i
Ghanimah
Adapun secara istilah “ghonimah” berarti : Harta yang diperoleh kaum muslimin dari orang-orang kafir ahlu harbi dengan perang dan penggunaan kuda atau onta –yakni mempekerjakannya dan melarikannya dengan cepat– atau yang semisal seperti : bighol, keledai, tank, kapal dan peralatan-peralatan perang yang lain.
Dikecualikan harta yang diperoleh oleh kaum yang murtad melalui perang, karena sesungguhnya ia adalah “fa’i” bukan “ghonimah”, maka harta tersebut harus dikembalikan ke baitul mal.
Atau ia –yakni ghonimah– adalah : sesuatu yang diambil dari harta ahlul harbi –kaum yang diperangi– secara paksa melalui perang.
Dalil dalam persoalan ghonimah adalah firman Allah ta’ala :
Ketahuilah, Sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang, Maka Sesungguhnya seperlima untuk Allah, rasul, kerabat rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnussabil, jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang kami turunkan kepada hamba kami (Muhammad) di hari Furqaan, yaitu di hari bertemunya dua pasukan. dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Dihalalkan ghonimah merupakan kekhususan umat Nabi Muhammad r , sebab ia tidak dihalalkan bagi umat-umat lain sebelumnya.
Rasulullah bersabda:
“aku diberi lima hal yang mana lima hal itu belum pernah diberikan kepada salah seorangpun Nabi sebelumku : 1. Aku ditolong dengan rasa takut (yang menghinggapi musuh) sejauh perjalanan satu bulan. 2. Dijadikan bumi sebagai masjid dan suci bagiku, dimanapun seseorang dari umatku sampai kepadanya waktu sholat, maka hendaklah ia mengerjakan sholat. 3. Dihalalkan bagiku harta ghonimah sedangkan ia tidak dihalalkan bagi seorangpun sebelumku. 4. Aku diberi syafa’at. 5. Adalah Nabi diutus khusus kepada kaumnya sedangkan aku diutus kepada seluruh umat manusia ”
Fa’i
Dalam kitab as syarh al kabir lil maqdisi disebutkan bahwa Fa’i adalah apa-apa yang diambil dari harta kaum musrikin tanpa terjadi perang, seperti jizyah, khoroj, ‘usyr, harta yang ditinggal oleh musuh karena takut, seperlima dari ghonimah, dan harta yang tidak ada ahli warisnya. Semua ini disalurkan untuk kemaslahatan kaum muslimin.
Imam Ahmad rahimahullah menyebutkan tentang fa’i, “didalamnya ada hak untuk setiap muslim baik orang itu kaya maupun miskin…”. Al Qodhi rahimahullah menyebutkan bahwa fa’i dikhususkan untuk para mujahidin dari orang-orang yang ribath di tsugur, pasukan kaum muslimin atau para komandan… dan maksud dari perkataan Imam Ahmad “baik itu orang kaya maupun miskin…” adalah didalamnya ada maslahah bagi kaum muslimin –dari para mujahidin, qodhi, fuqoha’…- dan bentuk perkataan Ahmad menunjukkan bahwa fa’i tidak dikhususkan untuk pasukan saja, akan tetapi dimulai dari tentara kaum muslimin, karena mereka adalah maslahat yang paling penting, karena mereka itu menjaga kaum muslimin, maka sudah sepantasnya mereka diberi kecukupan, dan alangkah baiknya jika yang terpenting itu didahulukan. Dan kebutuhan utama dalam hal ini adalah menempatkan pasukan di tsugur, mencukupkan kuda-kuda dan senjata, dan apa-apa yang dibutuhkan.
Oleh karena itu, tidak diragukan lagi bahwa fa’i adalah sumber yang penting dalam pendanaan jihadnya kaum muslimin. Oleh karena definisi fa’i yang sangat luas kami akan menjelaskan masing-masing sub yang ada padanya, akan tetapi disini kami tidak begitu mendetailkannya karena disini bukan tempat untuk mendalami lebih jauh, karena kami hanya ingin menerangkan bahwa harta-harta ini adalah bagian dari harta fa’i kaum muslimin untuk memuluskan perjalanan jihad.
Jizyah
Sesungguhnya jizyah yang pertama kali diambil dari orang kafir adalah setelah turun surat at Taubah pada tahun 8 hijriyah. Abu Ubaid berkata jizyah juga termasuk dalam fa’i. Penulis kitab as Siyasah al Iqtishod fi Fikri al Islamy bahwa khoroj itu datang dari ijtihadnya Umar bin Khottob y berbeda dengan jizyah, karena jizyah datang dari nash al Qur’an, Allah U berfirman :
Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari Kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan RasulNya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk.
Maka Jizyah ialah pungutan yang wajib dibayar orang kafir dengan adanya jaminan istimewa atau pajak harta yang diambil dari ahli dzimmi pada akhir tahun. Dan ia sebagai imbalan bagi pengamanan dan perlindungan yang diberikan kepada mereka.
Bersandarkan pada ayat diatas (perangilah mereka yang tidak beriman…) jizyah diambil dari ahlu kitab atau yahudi dan nasrani, dan orang selain mereka. Walaupun demikian para ulama masih berbeda pendapat tentang siapa yang berhak diambil jizyahnya. Tetapi yang jelas jizyah itu diambil dari orang kafir dzimmi. dan Ibnu Qoyyim al Jauziyyah mengatakan bahwa Jizyah hanya diambil dari orang majusi, yahudi dan nasrani.
Diriwayatkan dari Ja’far bin Muhammad dari ayahnya bahwa Umar y menyebutkan tentang majusi lalu dia berkata saya tidak tahu bagaimana akan saya perbuat tentang urusan mereka, lalu Abdurrahman bin Auf y berkata : saya bersaksi bahwa Nabi r pernah bersabda : perbuatlah mereka sebagaimana kalian perbuat terhadap ahlu kitab.
Para ulama berbeda pendapat tentang banyaknya nominal harta yang diambil, as Syafi’i berpendapat 1 dinar untuk orang yang kaya dan orang yang fakir lagi merdeka juga tidak kurang dari itu. Kalau Imam Malik, 4 dinar pada ahlu dzahab, dan 40 dirham bagi orang yang mempunyai dirham dan semua rata baik kaya atau miskin.sedangkan abu hanifah dan ahmad memberi pilihan 12 dirham, 24 dirham atau 48 dirham. Dan imam at thobari merojihkan bahwa yang diambil adalah paling sedikit 1 dinar dan paling banyak tidak ada batasan. Dan imam Ibnul Qoyyim al Jauziyyah menyatukan pendapat-pendapat tersebut yaitu jizyah diambil dari orang kafir sesuai dengan kebutuhan kaum muslimin.
Umar bin Abdul Aziz berpendapat bahwa jizyah yang telah difirmankan oleh Allah U didalamnya: yaitu… sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk. adalah ditujukan kepada perorangan dari kafir dzimmi.
Khoroj (pajak tanah)
Umar bin Khottob y adalah orang yang pertama kali menetapkan hukum khoroj. Dan khoroj itu sendiri adalah pungutan yang dikenakan pada tanah-tanah yang dikuasai oleh kaum muslimin dari tangan musuh, yang telah dibuka oleh kaum muslimin baik dengan kekerasan ataupun dengan jalan damai.
Dalam kitab khoroj, Abu Yusuf berpendapat bahwa khoroj termasuk dalam fa’i. Allah U berfirman :
Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.
Beliau juga berkata : dan ayat ini -wallahu a’lam- adalah diperuntuhkan bagi umat setelah para sahabat dari orang-orang mukminin hingga hari kiamat, Bilal y dan para sahabat pernah bertanya kepada Umar bin Khottob y tentang (ما افاء الله ) pembagian fa’i yang telah Allah U berikan kepada mereka dari negeri Irak dan Syam, maka mereka berkata, bagilah tanah kepada mereka yang telah ikut membukanya sebagaimana kamu membagi ghonimah untuk pasukan, maka Umar enggan membaginya, kemudian dia membaca ayat ini, dan berkata: Allah telah mengikutkan orang yang datang (mualaf) setelah mereka para muhajirin dan ansor dalam pembagian fa’i……
Khoroj termasuk dalam fa’i, karena dibagikan bukan hanya kepada orang yang berperang saja, akan tetapi dibagikan kepada kaum muslimin semua, sebagaimana yang Umar y telah membagikan tanah di Irak dan Syam kepada kaum muslimin. Dalam pembukaan tanah ada tiga hukum.
Tanah yang telah digarap atau diserahkan oleh pemiliknya sendiri, maka ini tetap milik mereka dengan mengadakan perjanjian, dan bagi mereka harus mengeluar usyr, sebagai bentuk zakat bukan khoroj.
Tanah yang dibuka secara damai dan ditentukan pajaknya, maka hukumnya sebagaimana yang disepakati, dan tidak mengharuskan untuk lebih daripada itu.
Tanah yang diambil secara paksa. Dan para ulama berbeda pendapat tentang hal ini.
Sebagian mereka mengatakan: caranya sebagaimana ghonimah, maka dibagi menjadi 5 bagian, dan 4/5 dibagikan kepada pasukan yang membukanya, dan 1/5nya dibagikan sebagaimana firman Allah U :
Ketahuilah, Sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang, Maka Sesungguhnya seperlima untuk Allah, rasul, kerabat rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnussabil, jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang kami turunkan kepada hamba kami (Muhammad) di hari Furqaan, yaitu di hari bertemunya dua pasukan. dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Sebagian lagi mengatakan: hukumnya sesuai dengan keputusan imam, kalaau dia memutuskan pembagiannya disamakan dengan ghonimah maka dibagi 5 bagian sebagaimana Rasulullah r telah melakukannya pada ghozwah khoibar, dan apabila imam memutuskan pembagiannya sesuai dengan fa’i, maka tidak dibagi menjadi 5 bagian dan tidak dibagikan, akan tetapi diperuntuhkan bagi kaum muslimin secara menyeluruh, sebagaimana yang telah dilakukan oleh umar pada suwad , dan juga Umar telah melakukan hal itu pada tanah di irak, syam, dan mesir.
Abu Yusuf berkata, telah dikatakan kepadaku Laits bin Sa’ad dari Hubaib bin Abi Tsabit, berkata: sesungguhnya sahabat Rasulullah r dan kaum jama’ah dari muslimin menginginkan Umar bin Khottob y membagikan tanah di Syam seperti Rasulullah r membagikan tanah di Khoibar, dan orang yang paling bersikeras dalam hal ini adalah Zubair bin Awwam dan Bilal bin Rabbah, maka Umar berkata “jadi apakah saya tinggalkan orang setelah kalian (yaitu orang yang datang setelah muhajirin pertama) dari kaum msuusmin, dan apakah mereka tidak mendapatkan apa-apa? ” kemudian dia berkta: “ya Allah, cukupkanlan bagiku Bilal dan para sahabatnya”, Hubaib berkata: sampai-sampai kaum muslimin berpendapat penyakit tho’un yang diderita oleh mereka –yaitu Bilal dan para sahabatnya– yaitu akibat do’a yang dipanjatkan oleh Umar, dia berkata: Umar meninggalkan mereka –yaitu ahlu Syam– yang tidak setuju dengan khoroj yang dibagikan kepada kaum muslimin.
Oleh karena itu kaum muslimin berpendapat untuk menjaga tanah tersebut dan dihukumi sebagai khoroj, karena didalamnya ada kebaikan dan keberkahan bagi kaum muslimin dan orang yang datang setelah mereka (mualaf).
Imam Malik berkata: tanah yang dibuka oleh kaum muslimin secara damai, maka tidak boleh mengambil alih kepemilikan dari mereka, dan dia berpendapat bahwa setiap tanah yang dibuka secara damai adalah milik mereka, dan setiap tanah yang dibuka secara paksa maka itu sebagai fa’i bagi kaum muslimin.
‘Usyr
Al ‘Usyr menurut para fuqoha’ itu ada dua macam :
‘Usyr (1/10) hasil tanah yang disirami dengan air hujan, dan ini sebagai zakat yang diambil dari seorang muslim dan penyalurannya sebagaimana penyaluran harta zakat.
‘Usyr (1/10) dari harta yang dimbil dari para pedagang kafir harbi yang masuk ke dalam negeri islam untuk berdagang, prakteknya seperti bea cukai pada masa sekarang, semua harta ini dimasukkan kedalam baitul mal dan disalurkan untuk kepentingan muslimin seluruhnya.
Sebenarnya ‘usyr tidak disebutkan dalam al-Qur’an akan tetapi ini sebagai ijtihad dari Umar bin Khottob y . Untuk lebih jelasnya kami akan jelaskan dengan sejarah tentang usyr ini: Abu yusuf menceritakan: sesungguhnya ahli manbaj mengirim surat kepada Umar bin Khottob y : biarkan kami masuk ke negara kalian untuk berdagang dan kalian ambil 1/10 dari kami. Maka Umar pun bermusyawarah kepada kepada para sahabatnya dan mereka menyepakatinya, dan ini pertama kali ‘usyr diambil dari orang kafir harbi.
Dan Yahya bin Adam meriwayatkan bahwa Abu Musa al Asy’ari y menulis surat kepada Umar bin Khottob y , sesungguhnya pedagang dari kaum muslimin apabila mereka masuk ke negeri kafir harbi, maka mereka mengambil ‘usyr dari kaum muslimin, kemudian dia berkata kepada Umar, ambillah ‘usyr dari mereka sebagaima mereka mengambilnya dari kaum muslimin. Maka harta ini dimasukkan kedalam baitul mal.
Harta yang ditinggal oleh musuh karena takut
Allah U berfirman : Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.
Dalam peperangan melawan musuh kadang musuh sudah takut dulu ketika pasukan islam akan tiba, hingga mereka meninggalkan harta mereka. Maka kaum muslimin berhak untuk mengambilnya, akan tetapi menurut yang paling rojih adalah semuanya diperuntuhkan untuk maslahat kaum muslimin, sebagaimana yag telah kami jelaskan pada sub khoroj.
Seperlima dari ghonimah
Dan ini bersandarkan firman Allah tadi tentang pembagian ghanimah dalam surat bara’ah ayat 41, menyebutkan bahwa seperlima untuk Allah dan Rasul-Nya dan lainnya. Maka harta ini dikembalikan ke baitul mal yang kemudian disalurkan sesuai dengan haknya.
Harta yang tidak ada ahli warisnya
Dan termasuk salah satu sumber baitul mal adalah harta ini, yaitu harta yang tidak mempunyai ahli waris atau sisa harta waris yang sudah dibagi tanpa ada yang berhak, juga termasuk didalamnya adalah barang temuan, atau ada pemiliknya yang tidak mengakuinya karena didalamnya ada syubhat, maka ini semua disalurkan untuk negara sehingga negara bisa mengelolanya untuk kepentingan umat.
Harta dari bagian Zakat
Allah U telah menjadikan salah satu penyaluran zakat kaum muslimin adalah jihad di jalan Allah, hal itu sebagimana firman Allah U :
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Disebutkan dalam kitab Ahkam al Qur’an milik imam Ibnu al Arobi tentang firman Allah imam Malik berkata : sesungguhnya jalan Allah sangat banyak akan tetapi, saya tidak mendapatkan perbedaan pendapat bahwa yang dimaksud disini adalah peperangan. Dan diantara jalan Allah menurut Ahmad dan Ishaq adalah haji, kemudian mereka berkata bahwa tidak ada atsar yang menyebutkan zakat diberikan kepada orang yang berhaji. Dan para ulama mengatakan tidak ada perbedaan pendapat bahwa orang faqir dapat bagian dari zakat karena disebut pada ayat pertama, dan menurut imam Malik orang yang kaya juga mendapatkannya, karena dia berada di jalan Allah. Rasulullah r bersabda : tidak halal zakat diberikan kepada orang yang kaya kecuali 5 orang : seorang tentara di jalam Allah…. Muhammad Al Hakim mengatakan zakat disalurkan untuk membeli tameng, senjata dan apa-apa yang dibutuhkan untuk alat dalam berperang atau berlindung dari serangan musuh, karena itu semua di jalan Allah dan sangat bermanfaat bagi kaum muslimin.
Dr. Yusuf Qardhawi menyimpulkan dari keempat imam madzhab bahwa mereka bersepakat penyaluran zakat di jalan Allah ada tiga sasaran yaitu :
Pertama : bahwa jihad itu secara pasti termasuk dalam ruang lingkup sabilillah.
Kedua : disyari’atkannya menyerahkan zakat kepada pribadi mujahid, berbeda dengan menyerahkan zakat untuk keperluan jihad dan persiapannya. Dalam hal ini terjadi perbedaan pendapat di kalangan mereka.
Ketiga : tidak diperbolehkan menyerahkan zakat untuk kepentingan kebaikan dan kemaslahatan bersama, seperti mendirikan dam, jembatan-jembatan, mendirikan masjid-masjid dan sekolah-sekolah, memperbaiki jalan-jalan, mengurus mayat dan lain sebagainya. Biaya untuk urusan ini diserahkan kepada kas baitul mal dari hasil pendapatan lain seperti harta fa’i, pajak/upeti dan lain sebagainya.
Harta dari setiap personil pasukan
At Taubah : 41
Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu Mengetahui
Al Baqarah : 195
Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, Karena Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.
Ibnul Arob sebagaimana yang telah kami cantumkan yang lalu mengatakan tentang ayat ini, mendanai jihad adalah wajib. Maksudnya bahwa segala bentuk yang berkenaan dengan pengadaan harta untuk berjihad adalah wajib hukumnya bagi kaum muslimin.
Adapun bagaimana bentuk kewajibannya adalah seorang tentara diharuskan mendanai dirinya sendiri kalau dia mampu sebagaimana contoh para salaf dahulu. dan orang yang tidak mampu untuk ikut perang tetapi dia mempunyai harta, maka wajib baginya mendanai tentara yang mampu untuk berperang yang tidak mempunyai perbekalan.
Shadaqah
Dan sumber dana ini biasanya oleh daulah diberi kesempatan bagi yang ingin menginfakkan hartanya di jalan Allah, sebagaimana yang telah dilakukan oleh sahabat Abu Bakr as Shiddiq y dalam memberikan keseluruhan hartanya untuk pendanaan jihad juga seperti sahabat-sahabat yang lain.
Dan Allah U berfirman : Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang dia kehendaki. dan Allah Maha luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.
Dan didalam tafsir Ibnu Katsir, Makhul berkata : maksudnya adalah infak untuk jihad.
Harta milik Negara
Diantara hak umum daulah adalah memberi batasan kepemilikan umum kepada muslimin yang dianggap perlu. Rasulullah r bersabda : tidak ada hima kecuali milik Allah dan Rasul-Nya.
Dalam kitab fathul bari disebutkan bahwa Imam Syafi’i menyimpulkan hadits ini mempunyai dua makna, yang pertama tidak boleh seorang muslim memberi bagian batasan umum kecuali oleh Nabi r , yang kedua kecuali sebagaimana yang telah dibagi oleh Nabi r . yang paling rojih menurut imam Syafi’i adalah hak ini diberikan khusus kepada khalifah, dan pembolehan ini tidak bermasalah bagi kaum muslimin.
Dan hadits Shohih Bukhori juga menyebutkan bahwa amirul mukminin Umar bin Khottob membagi tanah umum kepada penduduk madinah, dan memberi batasan tanah untuk unta milik Negara. Maka boleh bagi imam untuk memberi batasan kepemilikan umum untuk mendanai para tentara.
Bolehkah harta rampokan atau sejenisnya dan riba untuk berjihad ?
Sudah jelas bagi kita harta haram adalah segala harta yang dilarang oleh syariat untuk dimiliki atau digunakan, apalagi harta tersebut untuk mendanai jihad maka jelas hukumnya tidak boleh. Walaupun demikian nanti penulis akan rincikan mana yang boleh dan mana yang tidak boleh. keharamannya disini yaitu karena mengandung mudarat atau keji (buruk) seperti bangkai dan minuman keras, atau diharamkan karena hal lain, seperti tidak benarnya cara mendapatkan harta tersebut. Seperti harta curian atau rampasan. Atau diambil dengan cara yang tidak dibenarkan oleh ajaran syari’at, seperti riba dan uang suap.
Langkah-langkah yang harus ditempuh menyikapi harta haram ini :
Orang yang memperoleh harta haram karena cara memperolehnya yang diharamkan, tidaklah berhak memiliki harta tersebut meskipun sudah lama diperolehnya. Ia harus mengembalikan harta tersebut kepada pemiliknya atau kepada ahli warisnya bila masih diketahui. Kalau berusaha dicari ternyata tidak didapatkan juga pemiliknya, ia harus menyumbangkan harta itu untuk amal kebajikan untuk membebaskan diri dari harta tersebut dan dengan niat sebagai sedekah bagi pemiliknya.
Kalau harta itu diambil sebagai upah dari pekerjaan haram, pemiliknya harus membelanjakan harta tersebut dalam bentuk amal kebajikan, tidak boleh mengembalikannya kepada pemiliknya.
Harta haram tidak boleh dikembalikan kepada orang yang memberikannya kalau orang tersebut masih melakukan pekerjaan haramnya sehingga menyebabkan harta itu diputar menjadi uang haram lagi, seperti bunga riba. Namun harta itu juga harus disumbangkan untuk amal kebajikan.
0 Response to "Pembiayaan dalam Berjihad"
Post a Comment
Silahkan berkomentar secara bijak dan sesuai dengan topik pembahasan...