Larangan Berat Bagi Wanita Haid

Ustaz, apa saja sih yang tidak boleh dilakukan oleh wanita yang sedang haidh ?
Syariat Islam telah menetapkan beberapa larangan bagi wanita haidh. Selama haidh berlangsung dan belum berhenti serta belum mandi janabah, para wanita diharamkan untuk melakukan beberap jenis kegiatan peribadatan. Di antaranya adalah :

1. Shalat
Seorang wanita yang sedang mendapatkan haidh diharamkan untuk melakukan salat. Dan utnuk itu, dia tidak diwajibkan untuk mengganti (mengqadha') shalat yang ditinggalkannya. Sebab kewajiban shalat baginya telah gugur. Dalilnya adalah hadis berikut ini :

"Dari Aisyah r.a berkata : 'Dizaman Rasulullah SAW dahulu kami mendapat haidh, lalu kami diperintahkan untuk mengqada' puasa dan tidak diperintah untuk mengqada' shalat (HR. Jama'ah).
Selain itu juga ada hadis lainnya:
"Dari Fatimah binti Abi Khubaisy bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Bila kamu mendapatkan haidh maka tinggalkan salat"

2.Berwudu' atau mandi
As Syafi'iyah dan al Hanabilah mengatakan bahwa: "Wanita yang sedang mendapatkan haidh diharamkan berwudu' dan mandi". Mandi disini maksudnya adalah mandi janabah yang secara ritual terkait dengan mandi untuk bersuci dari janabah. Seorang wanita yang masih dalam keadaan haidh tidak boleh mandi janabah, namun tetap dianjurkan mandi untuk membersihkan badan.

3.Puasa
Wanita yang sedang mendapatkan haidh dilarang menjalankan puasa dan untuk itu ia diwajibkannya untuk menggantikannya di hari yang lain sebanyak hari yang ditinggalkannya.
Namun bila seorang wanita dalam keadaan hamil atau menyusui dan tidak puasa Ramadhan, menggantinya dengan membayar fidyah atau dengan menggaqadha`.

4.Tawaf
Wanita yang sedang mendapatkan haidh dilarang melakukan tawaf, yaitu ritual berjalan mengelilingi ka`bah.. Sebab tawaf itu mensyaratkan seseorang suci dari hadas besar. Sedangkan semua praktek ibadah haji tetap boleh dilakukan
Dari Aisyah r.a berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Bila kamu mendapat haidh, lakukan semua praktek ibadah haji kecuali bertawaf di sekeliling ka'bah hingga kamu suci (HR. Mutafaqq 'Alaih)

5. Menyentuh mushaf dan membawanya
Mushaf Al-Quran adalah lembaran-lembaran yang di atasnya tertulis ayat-ayat suci firman Allah SWT. Karena itu sebagai benda yang disucikan, tidak boleh disentuh atau dibawa oleh seorang yang sedang haidh atau sedang berhadats besar. Allah SWT berfirman di dalam Al-Quran Al-Kariem tentang menyentuh Al-Quran : 
Dan tidak menyentuhnya kecuali orang yang suci." . (Al-Zariat ayat 79)
Meski pun ada pendapat yang mengatakan bahwa `orang suci` dalam ayat ini tidak terkait dengan seorang yang suci dari hadats besar, namun mayoritas ulama umumnya mengatakan bahwa orang yang berhadats besar termasuk juga orang yang haidh dilarang menyentuh mushaf Al-Quran dengan ayat ini.

Dan larangan itu dikuatkan dengan sebuah hadits bahwasanya Rasulullah SAW mengirim surat kepada penduduk Yaman, di antara isinya adalah: “Tidak ada yang menyentuh Al-Qur’an kecuali orang yang suci” (HR. Ad-Daruquthny 1/122).

Dan dalam riwayat Imam Malik disebutkan “Hendaklah tidak menyentuh Al-Qur’an kecuali orang yang suci” (Al-Muwatha 1/199).

Diantara mereka yang membolehkan wanita haidh menyentuh mushaf adalah Ibnu Hazm. Dalam kitabnya Al-Muhalla beliau berpendapat: bahwa membaca Al-Qur’an, sujud tilawah di dalamnya, menyentuh mushaf dan berdzikir kepada Allah boleh dilakukan baik dalam keadaan punya wudhu atau tidak, bagi yang junub maupun wanita haidh. Penjelasan hal tersebut, karena semua hal itu merupakan perbuatan baik yang disunnahkan dan pelakunya akan diberi pahala. Barangsiapa yang berpendapat adanya larangan melakukannnya dalam keadaan tertentu, maka orang tersebut wajib menunjukkan dalilnya. 

Sedangkan Syeikh Muhammad bin Al-`Utsaimin setelah memamparkan perbedaan ulama tentang orang yang tidak dalam keadaan suci dan wanita haidh memegang mushaf berkata : “Yang lebih utama, orang yang tidak dalam kedaaan suci tidak boleh menyentuh Al-Mushaf. Adapun jalan keluar bagi perempuan yang sedang haidh adalah mudah, yaitu dimungkinkan baginya untuk memakai sarung tangan dan membolak-balikan mushaf dengan kedua tangannya serta memegangnya”

6. Melafazkan Ayat-ayat Al-Quran 
Seorang yang sedang haidh diharamkan melafazkan bacaan Al-Quran, kecuali bila hanya dibaca dalam hati saja.
"Rasulullah SAW tidak terhalang dari membaca AL-Quran kecuali dalam keadaan junub".
Namun ada pula pendapat yang membolehkan wanita haidh membaca Al-Quran dengan catatan tidak menyentuh mushaf dan takut lupa akan hafalannya bila masa haidhnya terlalu lama. Juga dalam membacanya tidak terlalu banyak. Pendapat ini adalah pendapat Malik.

Adapun zikir yang lafaznya diambil dari penggalan ayat-ayat Al-Quran, para ulama beragam dalam memberi hukumnya. Mayoritas ahli ilmu berpendapat tidak boleh bagi wanita haid untuk membaca Al Qur’an, akan tetapi boleh baginya untuk berdzikir kepada Allah. Mereka ini mengqiaskan antara haid dengan junub.

Sedangkan kalangan yang membolehkan mengatakan bahwa hadis yang menyatakan “Tidak ada yang menghalangi Nabi untuk membaca Al-Qur’an kecuali Junub” (HR. Abu Daud), adalah hadits yang didha`if-kan oleh sejumlah ulama di antaranya Syeikh AlBani dalam kitabnya. 

7. Masuk ke Masjid
Wanita yang sedang mendapat haidh diharamkan masuk ke dalam masjid. Dalilnya adalah hadits shahih berikut ini.
Dari Aisyah RA. berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Tidak ku halalkan masjid bagi orang yang junub dan haidh". (HR. Bukhori, Abu Daud dan Ibnu Khuzaemah.)

Nampaknya para ulama umumnya sepakat atas keharaman ini sehingga bisa dikatakan jumhur ulama sepakat atas keharamannya. Kalau pun ada yang tidak mengharamkannya, alasan mereka terlalu lemah dan dalil mereka sulit untuk bisa menghadapi dalil hadits shahih dari Imam Al-bukhari.

Apalagi pendapat yang mengatakan bahwa keharaman wanita masuk masjid semata-mata karena takut mengotori masijd dengan darah haidhnya. Ini adalah pendapat yang tidak tepat. Lantaran wanita yang mendapat istihadhah justru diperbolehkan masuk masjid. Padahal secara teknis, baik wanita haidh maupun yang sedang mendapat haidh sama-sama mengeluarkan darah. Yang berbeda hanya hukumnya saja, tapi secara teknis hampir tidak ada bedanya. Namun Rasulullah SAW membolehkan wanita yang sedang mendapat istihadhah untuk shalat dan masuk masjid, sama sekali tidak ada larangan apapun.

Apalagi bila melihat larangan dalam hadits Bukhari di atas yang menyebutkan orang yang sedang junub bersama dengan wanita haidh. Sedangkan orang yang dalam keadaan junub sama sekali tidak punya alasan teknis yang membuatnya terlarang masuk masjid. Sebab tidak akan mengotori masjid, karena tidak mengeluarkan darah atau najis apapun.Dengan demikian jelas sekali bahwa larangan masuk masjid bukan karena takut darah akan tercecer mengotori masjid, melainkan larangannya bersifat ritual/sakral. Sama sekali bukan terkait dengan alasan kebersihan pisik.

8. Bersetubuh
Wanita yang sedang mendapat haidh haram bersetubuh dengan suaminya. Keharamannya ditetapkan oleh Al-Quran Al-Kariem berikut ini:

"Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu kotoran". Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci . Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.(QS. Al-baqarah :222)

Yang dimaksud dengan menjauhi mereka adalah tidak menyetubuhinya.
Sedangkan al-Hanabilah membolehkan mencumbu wanita yang sedang haidh pada bagian tubuh selain antara pusar dan lutut atau selama tidak terjadi persetubuhan. Hal itu didasari oleh sabda Rasulullah SAW ketika beliau ditanya tentang hukum mencumbui istrinya yang sedang haidh maka beliau menjawab:
"Lakukan segala yang kau mau kecuali hubungan badan (HR. Jama'ah)". 

Keharaman menyetubuhi wanita yang sedang haidh ini tetap belangsung sampai wanita tersebut selesai dari haidh dan selesai mandinya. Tidak cukup hanya selesai haidh saja tetapi juga mandinya. Sebab didalam al Baqarah ayat 222 itu Allah menyebutkan bahwa wanita haidh itu haram disetubuhi sampai mereka menjadi suci dan menjadi suci itu bukan sekedar berhentinya darah namun harus dengan mandi janabah, itu adalah pendapat al-Malikiyah dan as Syafi'iyah serta al-Hanafiyah.

9.Cerai
Seorang yang sedang haidh haram untuk bercerai. Dalam hal ini suaminya haram untuk menceraikannya. Dan bila dilakukan juga maka thalaq itu adalah thalaq bid'ah. Dalilnya adalah :

"Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat iddahnya dan hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu. Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka ke luar kecuali mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang . Itulah hukum-hukum Allah, maka sesungguhnya dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. Kamu tidak mengetahui barangkali Allah mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru." (at Thalaq : 61)

Namun perlu diketahui bahwa meski pun haram untuk menceraikan istri saat sedang haidh, namun bila thalaq itu dijatuhkan juga, maka jatuhlah thalaqnya. Meski thalaq itu dianggap sebagai thalaq bid`ah.

Keadaan ini mirip dengan seseorang yang pergi haji dengan menggunakan uang haram hasil korupsi. Pergi haji dengan uang itu hukumnya haram. Tapi kalau yang bersangkutan nekat peri haji juga dan menjalankan manasik dengan benar, maka hajinya syah dan gugurlah sudah kewajiban haji atas dirinya.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Larangan Berat Bagi Wanita Haid"

Post a Comment

Silahkan berkomentar secara bijak dan sesuai dengan topik pembahasan...