Pandangan dari Tribun Timur (Jauh) - Cahaya di ujung lorong

Kembali ke Desember lalu ketika Chelsea kesulitan meraih kemenangan di Liga Primer dan harus mengalami kekecewaan karena terlempar dari Liga Champions, ada cukup banyak fans The Blues di luar sana yang berpikir, apakah kita harus diganggu lagi oleh Europa League.

Beberapa mempertanyakan, apa pentingnya mengorbankan energi dan sumber daya untuk kompetisi kasta kedua di Eropa ketika fokus utama kami seharusnya finis di posisi empat besar di Premier League dan lolos ke Liga Champions?

Bagi mereka yang pragmatis, pemikiran yang skeptis soal Europa memang masuk akal karena rasanya dengan mudah bisa bernasib “layaknya Arsenal” jika kami fokus ke setiap kompetisi yang kami ikuti.

Yang saya maksud “layaknya Arsenal” bukan berarti delapan musim tanpa memenangkan trofi seperti yang mereka lakukan saat ini. Yang saya maksud adalah saat mereka mencatatkan rekor 70 pertandingan di musim 1979-80 dan mencapai dua final kejuaraan besar tetapi mengakhiri musim dengan tangan kosong.

Sebelum ada adu penalti di Piala FA, mereka memainkan 10 pertandingan menuju final kompetisi itu, dengan semi-final yang epik melawan Liverpool dan hampir harus dilakukan partai ulangan ketiga sebelum Brian Talbot (yang hebatnya bisa bermain di semua pertandingan Arsenal tahun itu) mencetak gol kemenangan.

Arsenal benar-benar dihancurkan di akhir musim itu dan kalah 1-0 dari West Ham di final Piala FA, kalah adu penalti dari Valencia di final Piala Winners, dan kalah 5-0 dari Middlesbrough di pertandingan terakhir mereka di liga.

Skenario itu bisa saja diulangi oleh Chelsea musim ini karena kami akan bermain 69 pertandingan, satu lebih seidikit daripada tim asuhan Terry Neill di tahun 1980.

Mengingat hal tersebut, rasanya lebih menyenangkan jika santai saja di Europa League, memberikan kesempatan para pemain muda agar pemain utama kami tetap fresh di kompetisi domestik dan beralasan “kami tidak serius” jika tereliminasi.

Itu kebijakan yang diadopsi beberapa klub setelah harus bermain di Europa League karena finis di posisi ketiga babak grup Liga Champions, sebelum kemudian sedikit bersedih setelah mereka tereliminasi.

Tetapi kredit bagi Chelsea, mereka tidak menyerah begitu saja – dan mengambil kebijakan yang beresiko tinggi dengan begitu banyaknya perjalanan yang harus kami lakukan karena pertandingan di Praha, Bucharest, Moskow, dan Basel, selain juga karena tambahan beban akibat bermain di begitu banyak pertandingan tambahan.

Kebijakan itu bisa menjadi bumerang jika kami gagal finis di empat besar liga atau, seperti Arsenal, finis dengan tangan hampa.

Jadi kemenangan di Europa League memberikan rasa yang begitu manis dan saya ragu ada fans The Blues yang berpikir bahwa trofi yang diangkat oleh John Terry dan Frank Lampard di Amsterdam Arena hari Rabu lalu adalah hadiah hiburan semata.

Karena setelah itu, kami bisa bersuka ria dengan kesuksesan kami menjadi klub Inggris pertama dan klub keempat yang bisa mengangkat tiga trofi utama Eropa, mengikuti jejak trio Bayern Munich, Ajax, dan Juventus.

Kami juga bisa menatap Praha di musim depan ketika kami berharap bisa lebih baik kala menjalani Piala Super melawan Bayern atau Borussia Dortmund.

Dan tidak seperti Manchester City, Arsenal, Tottenham dan Liverpool, kami kini memiliki trofi baru yang berdiri dengan begitu bangga di lemari piala kami yang bisa dipamerkan setelah berakhirnya musim 2012-13 yang begitu panjang dan sangat berwarna ini.

Pandangan dari Tribun Timur (Jauh): adalah pemikiran penulis di Singapura yang telah mengikuti The Blues dari jauh sejak era Kerry Dixon dan Pat Nevin.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Pandangan dari Tribun Timur (Jauh) - Cahaya di ujung lorong"

Post a Comment

Silahkan berkomentar secara bijak dan sesuai dengan topik pembahasan...