Pengertian Jihad dan Keutamaannya
Dari segi bahasa jihad berarti bersungguh-sungguh mencurahkan tenaga untuk mencapai satu tujuan. Dalam hal ini seseorang yang bersungguh-sungguh dalam mencari jejak bisa dikategorikan jihad dan dari segi istilah, jihad berarti bersungguh-sungguh memperjuangkan hukum Allah, menda’wahkannya serta menegakkannya. Sedangkan dari segi Syar’i, jihad penyerahan segenap kekuatan dan kemampuan dalam memerangi orang-orang kafir demi mencari keridlaan Allah untuk meninggikan kalimat Allah ‘azza wa jalla.
Dari Abu Musa radliyallahu ‘anhu berkata:
Datang seorang pria kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terus dia berkata: “Seorang pria berperang untuk mendapatkan ghanimah, dan seorang pria berperang supaya dikenal, dan seorang pria berperang supaya dilihat posisinya, maka siapa yang dijalan Allah?” Beliau menjawab: “Baransiapa berperang supaya kalimat Allah-lah yang paling tinggi maka dia itu fi sabilillah”. (Muttafaq ‘alaih)
Hikmah bersyari’at Jihad:
1. Allah telah mensyari’atkan jihad fi sabilillah supaya kalimat Allah-lah yang paling tinggi, dan supaya ketundukan itu seluruhnya hanya kepada Allah, juga untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya, menyebarkan Islam, menegakkan keadilan, mencegah kedzaliman dan kerusakan, melindungi kaum muslimin dan menghadang makar musuh serta membungkam mereka.
2. Allah telah mensyari’atkan jihad sebagai ujian dan cobaan bagi hamba-hamba-Nya; agar nampak jelas orang yang jujur dari orang yang bohong dan orang mu’min dari orang munafiq, dan agar diketahui siapa orang yang berjihad dan orang yang sabar. Memerangi orang-orang kafir itu bukan untuk memaksa mereka masuk Islam, namun untuk memaksa mereka tunduk kepada hukum-hukum Islam sehingga ketundukan itu seluruhnya kepada Allah.
3. Dan Jihad Fi Sabilillah ini adalah satu pintu dari pintu-pintu kebaikan, dengannya Allah melenyapkan perasaan bingung dan galau dan dengannya diraih tingkatan-tingkatan tertinggi di surga.
Tujuan dari qital (perang) di dalam Islam adalah melenyapkan kekufuran dan syirik, mengeluarkan manusia dari kegelapan kekufuran, syirik dan kejahilan kepada cahaya iman dan ilmu, menghentikan langkah orang-orang yang aniaya, melenyapkan berbagai fitnah, meninggikan kalimat Allah, menyampaikan dienullah, serta menyingkirkan orang yang menghalangi dari penyampaian dan penyebarannya. Bila hal itu terealisasi tanpa qital maka tidak dibutuhkan kepada qital, dan memerangi orang yang belum sampai dakwah kepadanya tidak dilakukan kecuali setelah diajak kepada Islam, kemudian bila mereka menolak maka imam memerintahkan mereka untuk membayar jizyah, kemudian bila mereka menolak maka ia memohon pertolongan kepada Allah dan memerangi mereka.
Bila sebelumnya mereka itu sudah terkena dakwah maka boleh memerangi mereka secara langsung, karena Allah itu telah menciptakan Bani Adam untuk ibadah kepada-Nya, maka tidak boleh membunuh seorangpun dari mereka kecuali orang yang membangkang dan bersikukuh di atas kekafiran, atau murtad atau berbuat dzalim atau aniaya atau menghalangi manusia dari masuk Islam atau menyakiti kaum muslimin. Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memerangi satu kaum pun melainkan beliau telah mengajak mereka kepada Islam.
Keutamaan jihad di jalan Allah:
Allah Ta’ala berfirman:
ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَهَاجَرُواْ وَجَٰهَدُواْ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ بِأَمۡوَٰلِهِمۡ وَأَنفُسِهِمۡ أَعۡظَمُ دَرَجَةً عِندَ ٱللَّهِۚ وَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡفَآئِزُونَ ٢٠ يُبَشِّرُهُمۡ رَبُّهُم بِرَحۡمَةٖ مِّنۡهُ وَرِضۡوَٰنٖ وَجَنَّٰتٖ لَّهُمۡ فِيهَا نَعِيمٞ مُّقِيمٌ ٢١ خَٰلِدِينَ فِيهَآ أَبَدًاۚ إِنَّ ٱللَّهَ عِندَهُۥٓ أَجۡرٌ عَظِيمٞ ٢٢
“Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta, benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan. Tuhan mereka menggembirakan mereka dengan memberikan rahmat dari pada-Nya, keridhaan dan surga, mereka memperoleh didalamnya kesenangan yang kekal, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.” (QS. At Taubah: 20-22)
Dari Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu berkata: "Saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Perumpamaan mujahid fi sabilillah –dan Allah lebih mengetahui prihal orang yang berjihad di jalan-Nya– adalah bagaikan orang yang shaum lagi shalat terus. Allah menjamin bagi orang yang berjihad di jalan-Nya untuk memasukkannya ke dalam surga bila Dia mewafatkannya atau mengembalikannya pulang dengan selamat bersama pahala atau ghanimah”. (Muttafaq ‘alaih).
Dari Abdullah Ibnu Mas’ud radliyallahu ‘anhu berkata: "Saya bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Amalan apa yang paling utama?” Beliau menjawab: “Shalat pada waktunya” Saya berkata: “Terus apa?” Beliau menjawab: “Terus berbakti kepada kedua orang tua”, Saya berkata: “Terus apa?” Beliau menjawab: “Jihad di jalan Allah”. (Muttafaq ‘alaih).
Keutamaan orang yang menyiapkan orang yang berperang atau menggantikannya dalam mengurusi keluarganya dengan baik:
Dari Zaid Ibnu Khalid radliyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata:
“Barangsiapa menyiapkan orang yang berperang di jalan Allah maka dia telah berperang, dan barangsiapa menggantikan orang yang berperang di jalan Allah (dalam mengurusi keluarganya); dengan baik maka dia telah berperang”. (Muttafaq ‘alaihi).
Hukuman orang yang meninggalkan jihad di jalan Allah:
Dari Abu Umamah radliyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata:
“Barangsiapa tidak berperang atau tidak menyiapkan orang yang berperang atau tidak menggantikan posisi orang yang berperang di tengah keluarganya dengan baik, maka Allah akan menimpakan bencana kepadanya sebelum hari kiamat”. (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah).
Syarat-syarat kewajiban jihad fi sabilillah: Islam, berakal, baligh, pria, selamat dari dlarar (gangguan) seperti sakit, buta dan pincang, dan ada dana.
Orang muslim tidak bisa pergi berjihad yang sunnah kecuali dengan izin kedua orang tuanya yang muslim, karena jihad adalah fardlu kifayah kecuali dalam kondisi-kondisi tertentu, sedangkan birrul walidain (berbakti kepada kedua orang tua) adalah fardlu ‘ain dalam semua keadaan. Adapun bila jihad menjadi wajib (atasnya) maka dia berjihad tanpa perlu izin keduanya.
Setiap hal yang sunnah yang bermanfaat bagi seseorang dan tidak memadlaratkan kedua orang tuannya di dalamnya maka tidak perlu izin keduanya seperti qiyamullail, shaum sunnah dan yang serupa itu, namun bila ada dlarar (gangguan) di dalamnya kepada kedua orang tua atau salah satunya maka keduanya boleh melarangnya dan dia wajib menghentikan diri; karena taat kepada kedua orang tua adalah wajib sedangkan ibadah sunnah adalah tidak wajib.
Ribath: adalah menjaga celah terbuka antara kaum muslimin dengan orang-orang kafir.
Kaum muslimin wajib menjaga perbatasan mereka dari orang-orang kafir, baik dengan perjanjian dan jaminan keamanan maupun dengan senjata dan personel, sesuai tuntutan kondisi.
Keutamaan Ribath fi sabilillah:
Dari Sahl Ibnu Sa’ad radliyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata:
“Ribath satu hari di jalan Allah adalah lebih baik daripada dunia dan seisinya……..” (HR. Al-Bukhari)
Keutamaan ghadwah dan rauhah fi sabilillah:
Dari Anas Ibnu Malik radliyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata:
“Sungguh ghadwah di jalan Allah atau rauhah adalah lebih baik daripada dunia dan apa yang ada di dalamnya”. (Muttafaq ‘alaih)
0 Response to "Pengertian Jihad dan Keutamaannya"
Post a Comment
Silahkan berkomentar secara bijak dan sesuai dengan topik pembahasan...