Perbarengan Tindak Pidana
Menurut ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), perbuatan pidana itu terbagi menjadi dua macam yaitu kejahatan (misdrijven) dan pelanggaran (overtredingen). Dari segi kodifikasinya, kejahatan diatur dalam buku kedua KUHP, sedangkan pelanggaran diatur tersendiri dalam buku ketiga KUHP. Dari sisi akibat hukumnya, kejahatan lebih didominasi dengan ancaman pidana penjara bagi pelakunya. Adapun untuk perbuatan yang masuk kategori pelanggaran, pelakunya dijatuhi hukuman berupa kurungan dan denda.
Jadi, kedua macam tindak pidana tersebut mempunyai perbedaan. Perbuatan pidana di atas masing-masing mempunyai konsekwensi tersendiri yang tidak sama. Akan tetapi, pada kenyataannya seringkali ditemukan adanya suatu perbuatan kejahatan yang bersamaan dengan kejahatan lain. Ada juga satu perbuatan pelanggaran yang disertai dengan pelanggaran lain. Atau bahkan perbuatan kejahatan yang bersamaan dengan pelanggaran dan sebaliknya. Adakalanya suatu tindakan pidana yang ternyata diatur dalam lebih dari satu ketentuan pidana. Kejadian seperti di atas biasa disebut perbarengan.
Ajaran mengenai perbarengan (samenloop van strafbaar feit atau concursus) ini merupakan salah satu ajaran yang tersulit di dalam ilmu pengetahuan hukum pidana, sehingga orang tidak akan dapat memahami apa yang sebenarnya dimaksud dengan samenloop van strafbaar feit itu sendiri, maupun permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam ajaran tersebut, apabila orang itu tidak mengikuti perkembangan paham-paham mengenai perkataan feit yang terdapat di dalam rumusan pasal-pasal yang mengatur masalah samenloop itu sendiri. Pembarengan pidana diatur dalam Pasal 63-71 Bab VI KUHP.
Macam-macam Perbarengan Tindak Pidana (Concursus)
1. Concursus Idealis (eendaadsche samen loop)
Concursus Idealis terjadi apabila seseorang melakukan satu perbuatan dan ternyata satu perbuatan tersebut melanggar beberapa ketentuan hukum pidana. Hal ini diatur dalam Pasal 63 KUHP yang berbunyi sebagai berikut :
Jika suatu perbuatan termasuk dalam lebih dari satu aturan norma pidana yang dipakai hanya salah satu dari norma pidana itu, jika hukumannya berlainan, yang dipakai adalah norma pidana yang diancam pidana yang terberat.
Dalam hal pembarengan peraturan dengan rumusan di atas yang menjadi persoalan besar bukan sistem penjatuhan pidananya sebagaimana dalam kalimat dari pasal 63, tetapi persoalan mengenai suatu perbuatan (een feit). Hal ini juga terdapat dan sejalan dengan arti perbuatan pada Pasal 76 mengenai asas ne bis in idem dalam hukum pidana.
Sistem pemberian pidana yang dipakai dalam concursus idealis ini adalah sistem absorbsi yaitu hanya dikenakan satu aturan pidana terberat. Bila mana berbeda-beda maka dikenakan ketentuan yang memuat pidana pokok yang terberat. Syarat terjadinya concursus idealis adalah adanya orang yang melakukan satu perbuatan (feit) dan memenuhi lebih dari satu rumusan delik.
2. Perbuatan berlanjut (voortgezette handeling)
Perbuatan berlanjut terjadi apabila seseorang melakukan beberapa perbuatan (kejahatan atau pelanggaran), dan perbuatan-perbuatan itu ada hubungan sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut. Mengenai perbuatan berlanjut diatur dalam Pasal 64 KUHP.
Sistem pemberian pidana bagi perbuatan berlanjut ini menggunakan sistem absorbsi.
3. Concursus Realis (meerdaadsche samen loop)
Concursus realis terjadi apabila seseorang melakukan beberapa perbuatan yang mana masing-masing perbuatan itu berdiri sendiri sebagai tinddak pidana (tidak perlu sejenis dan tidak perlu berhubungan). Dengan catatan diantara perbuatan-perbuatan yang dilakukan pada concursus realis dan perbuatan berlanjut harus belum ada putusan hakim atau vonis. Hal ini diatur dalam Pasal 65,66 dan 67 KUHP.
Sistem pemberian pidana bagi concursus realis ada beberapa macam, yaitu :
a. Apabila berupa kejahatan yang diancam dengan pidana pokok sejenis, maka hanya dikenakan satu pidana dengan ketentuan bahwa jumlah maksimum pidana tidak boleh melebihi dari maksimal terberat ditambah sepertiga, sistem ini dinamakan sistem absorbsi.
b. Apabila berupa kejahatan yang diancam dengan pidana pokok yang tidak sejenis, maka semua jenis ancaman pidana untuk tiap-tiap kejahatan dijatuhkan, tetapi jumlahnya tidak boleh melebihi maksimum pidana terberat ditambah sepertiga. Sistem ini dinamakan sistem kumulasi diperlunak.
c. Apabila concursus realis berupa pelanggaran, maka menggunakan sistem kumulasi.
d. Apabila concursus realis berupa kejahatan-kejahatan ringan, yaitu pencurian ringan, penggelapan ringan, penipuan ringan dan lain-lain , maka sistem yang berlaku adalah kumulasi dengan pembatasan maksimum pidana penjara delapan bulan.
e. Concursus realis baik kejahatan maupun pelanggaran yang diadili pada saat yang berlainan maka berlaku pasal 71 yang berbunyi “jika seseorang setelah dijatuhi pidana kemudian dinyatakan bersalah karena melakukan kejahatan atau pelanggaran lain sebelum ada putusan pidana itu, maka pidana yang dahulu diperhitungkan pada pidan yang akan dijatuhkan dengan menggunakan aturan-aturan mengenai perkara-perkara yang diadili pada saat yang sama”
Jadi, kedua macam tindak pidana tersebut mempunyai perbedaan. Perbuatan pidana di atas masing-masing mempunyai konsekwensi tersendiri yang tidak sama. Akan tetapi, pada kenyataannya seringkali ditemukan adanya suatu perbuatan kejahatan yang bersamaan dengan kejahatan lain. Ada juga satu perbuatan pelanggaran yang disertai dengan pelanggaran lain. Atau bahkan perbuatan kejahatan yang bersamaan dengan pelanggaran dan sebaliknya. Adakalanya suatu tindakan pidana yang ternyata diatur dalam lebih dari satu ketentuan pidana. Kejadian seperti di atas biasa disebut perbarengan.
Ajaran mengenai perbarengan (samenloop van strafbaar feit atau concursus) ini merupakan salah satu ajaran yang tersulit di dalam ilmu pengetahuan hukum pidana, sehingga orang tidak akan dapat memahami apa yang sebenarnya dimaksud dengan samenloop van strafbaar feit itu sendiri, maupun permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam ajaran tersebut, apabila orang itu tidak mengikuti perkembangan paham-paham mengenai perkataan feit yang terdapat di dalam rumusan pasal-pasal yang mengatur masalah samenloop itu sendiri. Pembarengan pidana diatur dalam Pasal 63-71 Bab VI KUHP.
Macam-macam Perbarengan Tindak Pidana (Concursus)
1. Concursus Idealis (eendaadsche samen loop)
Concursus Idealis terjadi apabila seseorang melakukan satu perbuatan dan ternyata satu perbuatan tersebut melanggar beberapa ketentuan hukum pidana. Hal ini diatur dalam Pasal 63 KUHP yang berbunyi sebagai berikut :
Jika suatu perbuatan termasuk dalam lebih dari satu aturan norma pidana yang dipakai hanya salah satu dari norma pidana itu, jika hukumannya berlainan, yang dipakai adalah norma pidana yang diancam pidana yang terberat.
Dalam hal pembarengan peraturan dengan rumusan di atas yang menjadi persoalan besar bukan sistem penjatuhan pidananya sebagaimana dalam kalimat dari pasal 63, tetapi persoalan mengenai suatu perbuatan (een feit). Hal ini juga terdapat dan sejalan dengan arti perbuatan pada Pasal 76 mengenai asas ne bis in idem dalam hukum pidana.
Sistem pemberian pidana yang dipakai dalam concursus idealis ini adalah sistem absorbsi yaitu hanya dikenakan satu aturan pidana terberat. Bila mana berbeda-beda maka dikenakan ketentuan yang memuat pidana pokok yang terberat. Syarat terjadinya concursus idealis adalah adanya orang yang melakukan satu perbuatan (feit) dan memenuhi lebih dari satu rumusan delik.
2. Perbuatan berlanjut (voortgezette handeling)
Perbuatan berlanjut terjadi apabila seseorang melakukan beberapa perbuatan (kejahatan atau pelanggaran), dan perbuatan-perbuatan itu ada hubungan sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut. Mengenai perbuatan berlanjut diatur dalam Pasal 64 KUHP.
Sistem pemberian pidana bagi perbuatan berlanjut ini menggunakan sistem absorbsi.
3. Concursus Realis (meerdaadsche samen loop)
Concursus realis terjadi apabila seseorang melakukan beberapa perbuatan yang mana masing-masing perbuatan itu berdiri sendiri sebagai tinddak pidana (tidak perlu sejenis dan tidak perlu berhubungan). Dengan catatan diantara perbuatan-perbuatan yang dilakukan pada concursus realis dan perbuatan berlanjut harus belum ada putusan hakim atau vonis. Hal ini diatur dalam Pasal 65,66 dan 67 KUHP.
Sistem pemberian pidana bagi concursus realis ada beberapa macam, yaitu :
a. Apabila berupa kejahatan yang diancam dengan pidana pokok sejenis, maka hanya dikenakan satu pidana dengan ketentuan bahwa jumlah maksimum pidana tidak boleh melebihi dari maksimal terberat ditambah sepertiga, sistem ini dinamakan sistem absorbsi.
b. Apabila berupa kejahatan yang diancam dengan pidana pokok yang tidak sejenis, maka semua jenis ancaman pidana untuk tiap-tiap kejahatan dijatuhkan, tetapi jumlahnya tidak boleh melebihi maksimum pidana terberat ditambah sepertiga. Sistem ini dinamakan sistem kumulasi diperlunak.
c. Apabila concursus realis berupa pelanggaran, maka menggunakan sistem kumulasi.
d. Apabila concursus realis berupa kejahatan-kejahatan ringan, yaitu pencurian ringan, penggelapan ringan, penipuan ringan dan lain-lain , maka sistem yang berlaku adalah kumulasi dengan pembatasan maksimum pidana penjara delapan bulan.
e. Concursus realis baik kejahatan maupun pelanggaran yang diadili pada saat yang berlainan maka berlaku pasal 71 yang berbunyi “jika seseorang setelah dijatuhi pidana kemudian dinyatakan bersalah karena melakukan kejahatan atau pelanggaran lain sebelum ada putusan pidana itu, maka pidana yang dahulu diperhitungkan pada pidan yang akan dijatuhkan dengan menggunakan aturan-aturan mengenai perkara-perkara yang diadili pada saat yang sama”
0 Response to "Perbarengan Tindak Pidana"
Post a Comment
Silahkan berkomentar secara bijak dan sesuai dengan topik pembahasan...