Hukum Suami Mualaf Tapi Belum Khitan
Seorang muslim bila telah mencapai usia balliq maka telah berlaku baginya untuk memotong sebagian kulit kelminnya atau berkhitam mengapa islam mewajibkan kita untuk berkhitam? Telah benyak penelitian yang mengatakan bahwa sebagian pada kulit kelamin pria memiliki kumpulan penyakit itulah sebabnya kita disuruh untuk berkhitam.
Tiada tuhan selain Allah bermakna kita harus percaya kepada Allah sebagai:
1. Satu-satunya Zat yang Mencipta, Memelihara, Menghidupkan, Mematikan, serta mengatur semua urusan makhluk (tauhid rububiyah)
2. Satu-satunya Zat yang Disembah, diminta, dan tempat berdoa (tauhid uluhiyah).
3. Satu-satunya Zat yang aturan-Nya harus diikuti, dipatuhi, dan ditaati secara mutlak.
4. Serta, ia merupakan Zat yang semua sifat dan nama-Nya tidak sama dengan makhluk.
Nah, karena Allah merupakan Zat yang harus dipatuhi dan disembah, maka untuk beribadah kepada-Nya diperlukan kesucian lahir dan batin. Kesucian lahir terwujud dengan kebersihan, ketulusan, kejujuran, keihklasan, dsb. Sementara, kesucian lahir (khususnya dalam ibadah ritual) diperlukan bersihnya anggota badan dari najis.
Khitan adalah salah satu cara untuk membersihkan anggota badan dari najis (khususnya air seni sebab tanpa dikhitan ia masih ada dan tersisa).
Karena itu, kami menyarankan untuk tetap disunat karena menurut sebagian ulama hukumnya wajib. Usia tua tidak boleh menjadi penghalang untuk melakukan khitan (Nabi Ibrahim pun berkhitan saat usianya 120 tahun). Hal ini untuk menyempurnakan ibadah kita kepada Allah. Tanyakan pada dokter yang ahli dan kalau bisa beragama Islam. Kalau sekiranya memang tidak perlu dikhitan karena bentuknya yang seperti telah dikhitan dan bisa menjamin tidak menyimpan najis, berarti memang tidak perlu.
Sebagaimana disebutkan oleh Ibn al-Qayyim (dalam Tuhfatul Mawdûd li Ahkami al-Mawlûd) bahwa seseorang boleh untuk tidak dikhitan atau disunat di antaranya jika kulup kelaminnya sudah seperti disunat dan mendatangkan bahaya bagi orang yang disunat.
Tiada tuhan selain Allah bermakna kita harus percaya kepada Allah sebagai:
1. Satu-satunya Zat yang Mencipta, Memelihara, Menghidupkan, Mematikan, serta mengatur semua urusan makhluk (tauhid rububiyah)
2. Satu-satunya Zat yang Disembah, diminta, dan tempat berdoa (tauhid uluhiyah).
3. Satu-satunya Zat yang aturan-Nya harus diikuti, dipatuhi, dan ditaati secara mutlak.
4. Serta, ia merupakan Zat yang semua sifat dan nama-Nya tidak sama dengan makhluk.
Nah, karena Allah merupakan Zat yang harus dipatuhi dan disembah, maka untuk beribadah kepada-Nya diperlukan kesucian lahir dan batin. Kesucian lahir terwujud dengan kebersihan, ketulusan, kejujuran, keihklasan, dsb. Sementara, kesucian lahir (khususnya dalam ibadah ritual) diperlukan bersihnya anggota badan dari najis.
Khitan adalah salah satu cara untuk membersihkan anggota badan dari najis (khususnya air seni sebab tanpa dikhitan ia masih ada dan tersisa).
Karena itu, kami menyarankan untuk tetap disunat karena menurut sebagian ulama hukumnya wajib. Usia tua tidak boleh menjadi penghalang untuk melakukan khitan (Nabi Ibrahim pun berkhitan saat usianya 120 tahun). Hal ini untuk menyempurnakan ibadah kita kepada Allah. Tanyakan pada dokter yang ahli dan kalau bisa beragama Islam. Kalau sekiranya memang tidak perlu dikhitan karena bentuknya yang seperti telah dikhitan dan bisa menjamin tidak menyimpan najis, berarti memang tidak perlu.
Sebagaimana disebutkan oleh Ibn al-Qayyim (dalam Tuhfatul Mawdûd li Ahkami al-Mawlûd) bahwa seseorang boleh untuk tidak dikhitan atau disunat di antaranya jika kulup kelaminnya sudah seperti disunat dan mendatangkan bahaya bagi orang yang disunat.
0 Response to "Hukum Suami Mualaf Tapi Belum Khitan"
Post a Comment
Silahkan berkomentar secara bijak dan sesuai dengan topik pembahasan...