Tuduhan Terhadap Politik Islam
Diantara yang tuduhan yang sangat menusuk dunia politik Islam adalah tuduhan dari kalangan orientalis tentang masa awal perkembangan Islam yang dinilai tercoreng dan berdarah-darah.
Lalu muncul stigma yang sangat jauh dari realita yang terbentuk sedemikian rupa dan terus ditumbuh suburkan oleh para sejarawan dan para pengamat. Intiya bisa ditebak dengan mudah, yaitu ingin menyatakan bahwa Islam tidak mampu memimpin dunia, tidak tepat bila harus masuk ke panggung politik, tidak sejalan dan sejiwa dengan semangat keimanan. Rupanya para sejarawan dan ilmuwan barat itu ingin memisahkan politik dan agama sebagaimana yang pernah terjadi pada peradaban mereka.
Kali ini mereka ingin hal itu ingin mereka paksakan pada dunia Islam dengan membuat beragam analisa, kajian, studi dan literatur yang intinya memojokkan masa kejayaan Islam, yaitu sejak dari masa shahabat dan salafus shalih.
Kesan berpecah dan saling membunuh hingga darah tercecer dimana-mana demi singgasana dan kekuasaan selalu lekat dalam benak putera-putera Islam. Harapannya adalah agar generasi Islam tidak lagi pernah berpikir untuk masuk ke dunia politik dan memimpin negara dan peradaban.
Memang tidak bisa dipungkiri adanya fakta adanya sedikit keretakan pada generasi umat Islam di masa itu. Namun yang tidak benar adalah analisa bahwa perpecahan dan perbedaan pendapat adalah bersumber dari nafsu serakah dan haus darah yang dimiliki oleh generasi Islam pertama. Yaitu generasi yang oleh Rasulullah adalah generasi terbaik sesudah generasi beliau.
Padahal Al-Quran telah menyebut mereka para shahabat sebagai orang-orang yang diredhai.
Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.(QS. At-Taubah : 100).
Justru analisa yang menyebutkan bahwa rusak dan pecahnya umat Islam ini berasal dari generasi shahabat perlu dipertanyakan motivasinya. Karena kalau anda bayangkan, seandainya generasi yang paling baik sudah dianggap menyeleweng, bagaimana dengan generasi lainnya ?
Padahal generasi itu adalah generasi yang langsung dibina oleh tangan Rasulullah SAW, dengan keringat, airmata dan darah beliau. Bahkan Rasulullah SAW telah ridha atas mereka dan mereka ikut bersama dakwah Rasulullah bukan sebulan atau dua bulan, tapi banyak dari mereka yang sejak masa awal turunnya wahyu dibina langusng oleh manusia paling mulia di dunia ini.
Analisa itu ibarat khanjar (belati) bermata dua. Disatu sisi seolah menawarkan studi kritik sejarah yang seolah ilmiyah dan histioris, namun di belakangnya ada mata khnjar yang tajam itu siap menghujam aqidah dan fikrah umat Islam.
Sayangnya, `studi historis` seperti inilah yang justru dilakukan oleh sebagian kalangan yang akrab dengan dunia kampus, sebagiannya bahkan menyandang gelar akademis yang lumayan, sebagian bahkan menyebut diri sebagai `mujaddid`. Sayangnya dibalik analisa itu ada sebuah cacian yang mereka bungkus dengan ungkapan `kritik historis` itu, biasanya justru bernuansa `kritik ilimyah`.
Misalnya kasus tahkim (arbitrase), kasus ini paling sering diangkat untuk menjatuhkan dan mencaci maki sebagian shahabat serta untuk mendiskreditkan mereka. Sayangnya, hampir semua kritik sejarah ini mengacu hanya sampai analisa para mustasyrikin (orientalis) yang penuh dengan bumbu zhanussau`.
Sedangkan sumber sejarah Islam yang paling asli dan merupakan sebuah report yang paling valid dan dipercaya, hampir-hampir tidak pernah disentuh. Jadi analisa itu tidak lebih hanya nukilan dari nukilannya nukilan nukilan. Merka yang mengangkat diri sebagai kritikus sejarah itu sama sekali belum pernah membaca literatur asli dari peristiwa di masa shahabat itu. Bahkan menyentuhnya pun belum pernah.Jadi bagaimana mau jadi kritikus kalau yang keluar hanya hanya kata orang.
Faktor Kerancuan Sejarah Dalam penulisan Sejarah
Ada dua pihak yang sangat berperan untuk mewarnai dan menggambar lembaran buku sejarah. Pertama adalah sejarawannya itu sendiri atau disebut dengan muarrikh. Kedua adalah nara sumber yang memberi masukan kepada penulis sejarah atau yang sering disebut ihkbari. Keduanya ini menjadi unsur penting dalam penulisan sejarah, apabila salah satu atau malah keduanya error atau mengalami distorsi, maka tampilan sejarah yang akan muncul bisa menjadi sedemikian buruknya.
1. Sejarawan
Dari sisi muarrikh, kita mengenal ada beberapa tipe. Ada yang jujur dan proporsional dan ada yang sejak awal memang telah berpihak. ·
a. Sejarawan Yang Niatnya Tidak Benar
Misalnya Al-Ya`qubi, Al-Mas`udi dan lainnya. Mereka ini memang berusaha memberi warna tertentu untuk menjatuhkan citra seorang shahabat dan meninggikan yang lainnya. Berita yang diterimanya dari informan (ikhbari) diterimanya bulat dan langsung ditelan masuk perut.
b. Sejarawan Yang Jujur dan Selektif
Tetapi ada juga yang jujur dan menyeleksi kabar yang diterimanya, terutama bila dianggap bertentangan dengan Quran dan Sunah. Diantaranya adalah Abu Bakar Ibnul Arabi yang menulis kitab fenomenal Al-`Awashim minal Qawashim dan juga Ibnu Katsir yang menulis Al-Bidayah Wan- Nihayah. ·
c. Sejarawan Tipe Kolektor 18
Selain itu ada juga yang memang menuliskan begitu saja apa yang mereka dapat tentang sejarah, sebagai bahan mentah untuk dikaji ulang. Bukan untuk konsumsi masyarkat luas tapi untuk para ahli yang meneliti ulang dengan berpedoman pada metodologi ilmiyah yang akurat. Diantara mereka yang termasuk dalam kategori ini antara lain adalah At-Thabari dengan kitabnya yang sangat populer yaitu Tarikhur Rusul wal Muluk
2. Pemberi Informasi
Dari sisi para pemberi informasi (ikhbari) juga ada tipe-tipe yang membedakan satu sama lain diantara mereka. Ada yang tsiqah dan ada juga yang tidak tsiqah. Yang tidak tsiqah ini terkadang berani berbohong dan memalsu sejarah seenak kepntingan dirinya sendiri. Kira-kira kasusnya hampir mirip dengan pemalsuan hadits demi kepentingan kelompok.
Hanya saja, bila di dalam dunia hadits telah lahir gerakan kritik hadits yang dahsyat sehingga bisa dengan mudah memilah hadits yang benar dan yang palsu, memang dalam dunia tarikh (sejarah) Islam, hal itu belum lagi terbangun dengan mantap.
Latar belakangnya ada banyak, diantaranya adalah memang pada masa awal dahulu kebutuhan atas periwayatan sejarah belum terlalu dominan. Umat Islam mesih dihadapkan kepada hal yang lebih utama yaitu menyelesaikan masalah pemalsuan hadits.
Selain itu memang pada masa lalu para orientalis belum segencar sekarang dalam menyerang ajaram Islam, sehingga pemikiran yang menyimpang dari sejarah Islam masih dibilang tidak ada. Dan tambahan lagi, bahwa umat Islam di masa lalu masih kuat pemahamannya atas sejarah mereka sendiri, sehingga hampir-hampir tidak ada persoalan dengan masalah penyelewengan sejarah.
Sedangkan pada hari ini, orientalis telah mengarahkan moncong senjatanya ke dalam sejarah Islam dan mengacak-acak isinya sehingga menjadi sebuah cerita kriminal dan peperangan. Dan sayangnya, umat Islam selama ini masih belum selesai membuat sistem penyaringan dan seleksi sejarah Islam sebagaimana dalam dunia hadits. Sehingga bila kurang dalam dan ahli dalam masalah sejrah, bisa saja seseroang terjebak untuk ikut-ikutan dakwah orientalis dalam mencoreng sejarah Islam bahkan ikut mendikreditkan para shahabat yang mulia.
Lalu muncul stigma yang sangat jauh dari realita yang terbentuk sedemikian rupa dan terus ditumbuh suburkan oleh para sejarawan dan para pengamat. Intiya bisa ditebak dengan mudah, yaitu ingin menyatakan bahwa Islam tidak mampu memimpin dunia, tidak tepat bila harus masuk ke panggung politik, tidak sejalan dan sejiwa dengan semangat keimanan. Rupanya para sejarawan dan ilmuwan barat itu ingin memisahkan politik dan agama sebagaimana yang pernah terjadi pada peradaban mereka.
Kali ini mereka ingin hal itu ingin mereka paksakan pada dunia Islam dengan membuat beragam analisa, kajian, studi dan literatur yang intinya memojokkan masa kejayaan Islam, yaitu sejak dari masa shahabat dan salafus shalih.
Kesan berpecah dan saling membunuh hingga darah tercecer dimana-mana demi singgasana dan kekuasaan selalu lekat dalam benak putera-putera Islam. Harapannya adalah agar generasi Islam tidak lagi pernah berpikir untuk masuk ke dunia politik dan memimpin negara dan peradaban.
Memang tidak bisa dipungkiri adanya fakta adanya sedikit keretakan pada generasi umat Islam di masa itu. Namun yang tidak benar adalah analisa bahwa perpecahan dan perbedaan pendapat adalah bersumber dari nafsu serakah dan haus darah yang dimiliki oleh generasi Islam pertama. Yaitu generasi yang oleh Rasulullah adalah generasi terbaik sesudah generasi beliau.
Padahal Al-Quran telah menyebut mereka para shahabat sebagai orang-orang yang diredhai.
Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.(QS. At-Taubah : 100).
Justru analisa yang menyebutkan bahwa rusak dan pecahnya umat Islam ini berasal dari generasi shahabat perlu dipertanyakan motivasinya. Karena kalau anda bayangkan, seandainya generasi yang paling baik sudah dianggap menyeleweng, bagaimana dengan generasi lainnya ?
Padahal generasi itu adalah generasi yang langsung dibina oleh tangan Rasulullah SAW, dengan keringat, airmata dan darah beliau. Bahkan Rasulullah SAW telah ridha atas mereka dan mereka ikut bersama dakwah Rasulullah bukan sebulan atau dua bulan, tapi banyak dari mereka yang sejak masa awal turunnya wahyu dibina langusng oleh manusia paling mulia di dunia ini.
Analisa itu ibarat khanjar (belati) bermata dua. Disatu sisi seolah menawarkan studi kritik sejarah yang seolah ilmiyah dan histioris, namun di belakangnya ada mata khnjar yang tajam itu siap menghujam aqidah dan fikrah umat Islam.
Sayangnya, `studi historis` seperti inilah yang justru dilakukan oleh sebagian kalangan yang akrab dengan dunia kampus, sebagiannya bahkan menyandang gelar akademis yang lumayan, sebagian bahkan menyebut diri sebagai `mujaddid`. Sayangnya dibalik analisa itu ada sebuah cacian yang mereka bungkus dengan ungkapan `kritik historis` itu, biasanya justru bernuansa `kritik ilimyah`.
Misalnya kasus tahkim (arbitrase), kasus ini paling sering diangkat untuk menjatuhkan dan mencaci maki sebagian shahabat serta untuk mendiskreditkan mereka. Sayangnya, hampir semua kritik sejarah ini mengacu hanya sampai analisa para mustasyrikin (orientalis) yang penuh dengan bumbu zhanussau`.
Sedangkan sumber sejarah Islam yang paling asli dan merupakan sebuah report yang paling valid dan dipercaya, hampir-hampir tidak pernah disentuh. Jadi analisa itu tidak lebih hanya nukilan dari nukilannya nukilan nukilan. Merka yang mengangkat diri sebagai kritikus sejarah itu sama sekali belum pernah membaca literatur asli dari peristiwa di masa shahabat itu. Bahkan menyentuhnya pun belum pernah.Jadi bagaimana mau jadi kritikus kalau yang keluar hanya hanya kata orang.
Faktor Kerancuan Sejarah Dalam penulisan Sejarah
Ada dua pihak yang sangat berperan untuk mewarnai dan menggambar lembaran buku sejarah. Pertama adalah sejarawannya itu sendiri atau disebut dengan muarrikh. Kedua adalah nara sumber yang memberi masukan kepada penulis sejarah atau yang sering disebut ihkbari. Keduanya ini menjadi unsur penting dalam penulisan sejarah, apabila salah satu atau malah keduanya error atau mengalami distorsi, maka tampilan sejarah yang akan muncul bisa menjadi sedemikian buruknya.
1. Sejarawan
Dari sisi muarrikh, kita mengenal ada beberapa tipe. Ada yang jujur dan proporsional dan ada yang sejak awal memang telah berpihak. ·
a. Sejarawan Yang Niatnya Tidak Benar
Misalnya Al-Ya`qubi, Al-Mas`udi dan lainnya. Mereka ini memang berusaha memberi warna tertentu untuk menjatuhkan citra seorang shahabat dan meninggikan yang lainnya. Berita yang diterimanya dari informan (ikhbari) diterimanya bulat dan langsung ditelan masuk perut.
b. Sejarawan Yang Jujur dan Selektif
Tetapi ada juga yang jujur dan menyeleksi kabar yang diterimanya, terutama bila dianggap bertentangan dengan Quran dan Sunah. Diantaranya adalah Abu Bakar Ibnul Arabi yang menulis kitab fenomenal Al-`Awashim minal Qawashim dan juga Ibnu Katsir yang menulis Al-Bidayah Wan- Nihayah. ·
c. Sejarawan Tipe Kolektor 18
Selain itu ada juga yang memang menuliskan begitu saja apa yang mereka dapat tentang sejarah, sebagai bahan mentah untuk dikaji ulang. Bukan untuk konsumsi masyarkat luas tapi untuk para ahli yang meneliti ulang dengan berpedoman pada metodologi ilmiyah yang akurat. Diantara mereka yang termasuk dalam kategori ini antara lain adalah At-Thabari dengan kitabnya yang sangat populer yaitu Tarikhur Rusul wal Muluk
2. Pemberi Informasi
Dari sisi para pemberi informasi (ikhbari) juga ada tipe-tipe yang membedakan satu sama lain diantara mereka. Ada yang tsiqah dan ada juga yang tidak tsiqah. Yang tidak tsiqah ini terkadang berani berbohong dan memalsu sejarah seenak kepntingan dirinya sendiri. Kira-kira kasusnya hampir mirip dengan pemalsuan hadits demi kepentingan kelompok.
Hanya saja, bila di dalam dunia hadits telah lahir gerakan kritik hadits yang dahsyat sehingga bisa dengan mudah memilah hadits yang benar dan yang palsu, memang dalam dunia tarikh (sejarah) Islam, hal itu belum lagi terbangun dengan mantap.
Latar belakangnya ada banyak, diantaranya adalah memang pada masa awal dahulu kebutuhan atas periwayatan sejarah belum terlalu dominan. Umat Islam mesih dihadapkan kepada hal yang lebih utama yaitu menyelesaikan masalah pemalsuan hadits.
Selain itu memang pada masa lalu para orientalis belum segencar sekarang dalam menyerang ajaram Islam, sehingga pemikiran yang menyimpang dari sejarah Islam masih dibilang tidak ada. Dan tambahan lagi, bahwa umat Islam di masa lalu masih kuat pemahamannya atas sejarah mereka sendiri, sehingga hampir-hampir tidak ada persoalan dengan masalah penyelewengan sejarah.
Sedangkan pada hari ini, orientalis telah mengarahkan moncong senjatanya ke dalam sejarah Islam dan mengacak-acak isinya sehingga menjadi sebuah cerita kriminal dan peperangan. Dan sayangnya, umat Islam selama ini masih belum selesai membuat sistem penyaringan dan seleksi sejarah Islam sebagaimana dalam dunia hadits. Sehingga bila kurang dalam dan ahli dalam masalah sejrah, bisa saja seseroang terjebak untuk ikut-ikutan dakwah orientalis dalam mencoreng sejarah Islam bahkan ikut mendikreditkan para shahabat yang mulia.
Nampaknya justru hal itulah yang terjadi sekarang. Di banyak pusat pengajran dan pendidkan Islam terutama perguruan tinggi Islam, justru paling sering terjadi penghujatan atas diri para shahabat dan tuduhan zhalim ke dalam sejarah Islam. Rupanya cakar dan kuku para orientalis kali ini benar-benar menghujam sehingga banyak yang termakan dengan tipu daya mereka dan ditipu mentah-mentah. Sungguh hal yang sangat tragis, karena dengan mencaci maki para shahabat itu mereka malah meras sudah menjadi ilmuwan, pakar dan kritikus. Padahal para orientalis betepuk tangan menabuh genderang, para ilmuwan muslim yang harus menari di bawah irama gendang mereka. Sungguh tragis memang.
Bekal dan Pegangan
Sekedar untuk bekal dan pegangan agar kita tidak terjebak dalam penipuan bergaya murahan ini, maka ada beberapa hal yang perlu diketahui untuk mematahkan serangan orientalis ini. ·
a. Adanya tokoh provokator dalam sejarah
Diantaranya adalah tokoh Abdullah bin Saba`, seorang Yahudi dari Yaman yang berpura-pura masuk Islam. Peran orang ini sangat besar dalam memberi provokasi umat Islam yang tinggal di wilayah-wilayah yang jauh dari Madinah, dimana mereka masih baru saja masuk Islam dan belum lagi paham benar dengan ajaran Islam. Tokoh yang satu ini telah melakukan perjalanan panjang dari satu tempat ke temapt lainnya hany untuk memrpovokasi umat Islam. Sayangnya oleh para gembong orientalis, tokoh ini diusahakan agar dihapus dari catatan sejarah, agar seolah yang bikin onar itu memang para shahabat sendiri.
Padahal bukti keberadaannya tidak bisa dipungkiri dalam sejarah. Tangan kotor Ibn Saba` ini jelas kelihatan nyata tatkala dia berhasil memprovokasi penduduk Mesir untuk membunuh Khalifah Utsman bin Affan ra. Namun ketika rombongan pembunuh Utsman dari Mesir bertemu langsung dengan Khlaifah Utsman dan mendapatkan penjelasan, mereka pun sadar bahwa mereka telah ditipu mentah-mentah oleh Ibnu Saba`.
Tapi Ibnu Saba` tidak kehabisan akal, dia membuat surat palsu seolah-olah Utsman memerintahkan kepada gubernur Mesir untuk membunuh rombongan ini. Akhirnya untuk kedua kalinya mereka tertipu dan mengepung rumah Khalifah Utsman.
b. Jaringan Kerja Yang Rapi
Dalam kerjanya, Ibnu Saba` yang mantan Yahudi ini ternyata tidak sendirian, dia berhasilmengkader SDM yang tangguh dari kalangan mawali (bekas budak) untuk menjalankan manhaj dan harakahnya. Para mawali ini pun dulunya masuk Islam hanya sekedar menyelamatkan diri sebagai tawanan perang. Kerja mereka menghembuskan provokasi dan berita miring seputar diri khalifah Utsman dan mencari-cari kelemahannya.
Misalnya issue nepotisme, korupsi dan bermegah-megahan yang ditujukan kepada kepribadian beliau dan keluarganya. Termasuk issue pergantian gubernur yang tadinya dipegang oleh shahabat senior menjadi para orang muda. Namun semua tuduhan kosong itu berhasil ditepis oleh Ustamn dan oleh para shahabat lainnya yang tahu betul apa yang terjadi.
Sehingga para penuduh pun tahu persis dan sadar bahwa berita yang mereka terima itu tidak lain hanyalah provokasi rendahan. Sehingga hanya mereka yang benar-benar bodoh dan tinggal di wilayah pinggiran jauh dari informasi saj yang mudah termakan dengan isapan jempol seperti itu. ·
c. Objek Provokasi
Ibnu Saba` beserta prajurit mawali nya benar-benar pandai mencari mangsa untuk objek provokasinya. Mereka tidak mungkin berhasil kalau menyebarkan provokasi di pusat-pusat peradaban dan pemerintahan. Karena umat Islam ini umumnya melek berita dan paham betul tentang keshalehan Khalifah yang mereka cintai itu. Sebaliknya, objek provokasi ditujukan kepada orang-orang marginal, miskin, lemah, papa, dan hidup susah. Dahulu mereka adalah orang Badui dengan temperamen kasar, nekad, tidak kenal basa-basi dan berpikir pragmatis (pikiran pendek). Sehingga tindakan mereka anarkis dan sama sekali tidak berdasarkan logika dan kajian yang matang. Dengan mudah mereka main hunus pedang untuk urusan yang tidak jelas ujung pangkalnya.
Saran
Sekedar saran, kami anjurkan anda memperbanyak membaca buku yang menelanjangi orientalisme, khususnya yang berbicara masalah pembelaan terhadap umat Islam.
Salah satu buku yang anda bisa baca adalah karya Prof. Dr. Muhammad Amhazun yang judulnya Tahqiq Mawaqifus shahabah Fil Fitnah. Alhamdulillah buku ini sudah diterjemahkan oleh Dr. Daud Rasyid MA dengan judul Fitnah Kubro, Tragedi pada masa shahabat, (Klarifikasi sikap serta analisa historis dalam perspektif ahli hadits dan Imam al-Tabari). Buku setebal 500-an halaman itu insya Allah dpat mematahkan email yang anda terima secara tuntas.
0 Response to "Tuduhan Terhadap Politik Islam"
Post a Comment
Silahkan berkomentar secara bijak dan sesuai dengan topik pembahasan...