Air Musakhkhan Musyammasy dalam Thaharah
Air musakhkha adalah air yang dipanaskan. Sedangkan musyammas diambil dari kata syams yang artinya matahari. Jadi air musakhkhan musyammas artinya adalah air yang berubah suhunya menjadi panas akibat sinar matahari. Sedangkan air yang dipanaskan dengan kompor atau dengan pemanas listrik, tidak termasuk ke dalam pembahasan disini.
Hukum air ini untuk digunakan berthaharahm menjadi khilaf di kalangan ulama.
a. Pendapat Yang Membolehkan Mutlak
Pendapat ini mengatakan tidak ada bedanya antara air yang dipanaskan oleh matahari atau air putih biasa. Keduanya sama-sama suci dan mensucikan dan boleh digunakan tanpa ada kemakruhan. Yang berpendapat seperti ini adalah umumnya jumhur mazhab Al-Hanafiyah dan Al- Hanabilah. Bahkan sebagian ulama di kalangan Asy- Syafi'iyah seperti Ar-Ruyani dan Al-Imam An- Nawawi sekali pun juga berpendapat sama.
b. Pendapat Yang Memakruhkan
Pendapat ini cenderung memakruhkan air yang dipanaskan oleh sinar matahari. Di antara mereka yang memakruhkannya adalah mazhab Al- Malikiyah dalam pendapat yang muktamad, sebagian ulama di kalangan mazhab dan sebagian Al-Hanafiyah. Pendapat yang kedua ini umumnya mengacu kepada atsar dari shahabat Nabi SAW, Umar bin Al- Khattab radhiyallahu anhu, yang memakruhkan mandi dengan air yang dipanaskan oleh sinar matahari. Bahwa beliau memakruhkan mandi dengan menggunakan air musyammas (HR. Asy-Syafi'i).
Larangan ini disinyalir berdasarkan kenyataan bahwa air yang dipanaskan lewat sinar matahari langsung akan berdampak negatif kepada kesehatan, sebagaimana dikatakan oleh para pendukungnya sebagai, yakni mengakibatkan penyakit belang. Jangan lakukan itu wahai Humaira' karena dia akan membawa penyakit belang. (HR. Ad-Daruquthuny).
Kemakruhan yang mereka kemukakan 20 Dalil ini bukan hadits Nabi SAW melainkan atsar dari Umar bin Al-Khattab. Al-Imam Asy-Syafi'i menyebutkan hadits ini dalam kitab Al-Umm jilid 1 halaman 3. Namun Al- Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam At-Talkhish jilid 1 halaman 22 menyebutkan bahwa sanad periwayatan atsar ini sangat lemah.
Hadits ini pun disinyalir oleh sebagian muhaqqiq sebagai hadits yang lemah sekali dari segi periwayatannya. Sesungguhnya hanya berada pada wilayah kesehatan, bukan pada wilayah syariah. Namun mereka yang mendukung pendapat ini, seperti Ad-Dardir menyatakan air musyammas musakhkhan ini menjadi makruh digunakan untuk berthaharah, manakala dilakukan di negeri yang panasnya sangat menyengat seperti di Hijaz (Saudi Arabia). Sedangkan negeri yang tidak mengalami panas yang ekstrim seperti di Mesir atau Rum, hukum makruhnya tidak berlaku.
Hukum air ini untuk digunakan berthaharahm menjadi khilaf di kalangan ulama.
a. Pendapat Yang Membolehkan Mutlak
Pendapat ini mengatakan tidak ada bedanya antara air yang dipanaskan oleh matahari atau air putih biasa. Keduanya sama-sama suci dan mensucikan dan boleh digunakan tanpa ada kemakruhan. Yang berpendapat seperti ini adalah umumnya jumhur mazhab Al-Hanafiyah dan Al- Hanabilah. Bahkan sebagian ulama di kalangan Asy- Syafi'iyah seperti Ar-Ruyani dan Al-Imam An- Nawawi sekali pun juga berpendapat sama.
b. Pendapat Yang Memakruhkan
Pendapat ini cenderung memakruhkan air yang dipanaskan oleh sinar matahari. Di antara mereka yang memakruhkannya adalah mazhab Al- Malikiyah dalam pendapat yang muktamad, sebagian ulama di kalangan mazhab dan sebagian Al-Hanafiyah. Pendapat yang kedua ini umumnya mengacu kepada atsar dari shahabat Nabi SAW, Umar bin Al- Khattab radhiyallahu anhu, yang memakruhkan mandi dengan air yang dipanaskan oleh sinar matahari. Bahwa beliau memakruhkan mandi dengan menggunakan air musyammas (HR. Asy-Syafi'i).
Larangan ini disinyalir berdasarkan kenyataan bahwa air yang dipanaskan lewat sinar matahari langsung akan berdampak negatif kepada kesehatan, sebagaimana dikatakan oleh para pendukungnya sebagai, yakni mengakibatkan penyakit belang. Jangan lakukan itu wahai Humaira' karena dia akan membawa penyakit belang. (HR. Ad-Daruquthuny).
Kemakruhan yang mereka kemukakan 20 Dalil ini bukan hadits Nabi SAW melainkan atsar dari Umar bin Al-Khattab. Al-Imam Asy-Syafi'i menyebutkan hadits ini dalam kitab Al-Umm jilid 1 halaman 3. Namun Al- Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam At-Talkhish jilid 1 halaman 22 menyebutkan bahwa sanad periwayatan atsar ini sangat lemah.
Hadits ini pun disinyalir oleh sebagian muhaqqiq sebagai hadits yang lemah sekali dari segi periwayatannya. Sesungguhnya hanya berada pada wilayah kesehatan, bukan pada wilayah syariah. Namun mereka yang mendukung pendapat ini, seperti Ad-Dardir menyatakan air musyammas musakhkhan ini menjadi makruh digunakan untuk berthaharah, manakala dilakukan di negeri yang panasnya sangat menyengat seperti di Hijaz (Saudi Arabia). Sedangkan negeri yang tidak mengalami panas yang ekstrim seperti di Mesir atau Rum, hukum makruhnya tidak berlaku.
0 Response to "Air Musakhkhan Musyammasy dalam Thaharah"
Post a Comment
Silahkan berkomentar secara bijak dan sesuai dengan topik pembahasan...